1.1. Pengertian Audit
Audit atau pemeriksaan paling banyak digunakan pada sektor keuangan, atau lebih jelasnya sebagai pemeriksaan keuangan, apakah itu berkaitan dengan penerimaan uang
maupun penggunaan atau proses pengeluaran uang tersebut. Bila kita mendengar kata audit,
yang ada di pikiran kita pasti teringat pada seorang yang meneliti dan melakukan pengecekan atas berbagai macam hal terutama yang
berkaitan dengan keuangan.
Secara khusus Audit adalah sebuah proses pemeriksaan. Mengingat pentingnya proses audit, maka biasanya
pihak auditor (pihak yang melakukan audit bisa disebut dengan auditor) akan mem erintahkan kepada lembaga/ perusahaan yang akan diaudit untuk menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan. Dalam kasus tertentu
terkadang proses audit dilaku kan oleh s ebuah lembaga audit independent supaya
hasilnya bisa lebih dipercaya, biasanya bagi perusahaan akan menunjuk sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terpercaya.
Berbagai ahli memberikan pengertian mengenai audit, beragam defisini diungkapkan, (yang dikutip dari www.carapedia.com) antara lain:
a) Menurut Arens dan Loebbecke (2003) audit merupakan Suatu proses
pengumpulan dan pengevaluasian
bahan bukti tentang informasi yang
dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang
telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten.
b) Mulyadi (2002) menyebutkan pengertian Audit sebagai Suatu
proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat
kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
Menurut (Mulyadi, 2002), berdasarkan beberapa pengertian auditing di atas maka audit mengandung unsur-unsur:
a) suatu proses sistematis, artinya audit merupakan suatu langkah atau prosedur yang logis, berkerangka dan terorganisasi. Auditing dilakukan dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi dan bertujuan.
b) untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, artinya proses sistematik ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi
tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.
c) pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi, artinya pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi merupakan hasil proses akuntansi.
d) menetapkan tingkat kesesuaian, artinya pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan
bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian
antara pernyataan dengan kriteria tersebut kemungkinan dapat dikuantifikasikan, kemungkinan pula bersifat kualitatif.
e) kriteria yang telah
ditetapkan, artinya kriteria atau standar yang
dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan (berupa hasil akuntansi) dapat berupa:
·
peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan legislatif;
·
ang garan at au ukuran prest asi yang ditet apkan oleh manajemen;
·
prinsip akuntansi berterima umum (PABU) diindonesia
f ) Penyampaian hasil (atestasi), dimana penyampaian hasil dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit (audit report)
g) pemakai yang
berkepentingan, pemakai yang berkepentingan terhadap laporan audit adalah para pemakai informasi keuangan, misalnya pemegang saham, manajemen, kreditur, calon investor,
organisasi buruh dan kantor pelayanan pajak.
Berdasarkan sifat dan karakter pekerjaan dan tujuan yang akan
dicapai, Audit dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :
a) Audit Laporan Keuangan (financial statement audit).
Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai
dengan kriteria-kriteria yang
telah ditetapkan. Hasil audit lalu
dibagikan kepada pihak luar perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor pelayanan pajak.
b) Audit Kepatuhan (compliance audit).
Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang
diperiksa sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu. Kriteria- kriteria yang ditetapkan dalam audit kepatuhan berasal
dari sumber-sumber yang berbeda. Contohnya ia mungkin bersumber dari manajemen dalam bentuk prosedur-prosedur pengendalian internal. Audit kepatuhan biasanya disebut fungsi
audit internal, karena oleh pegawai perusahaan.
c) Audit Operasional (operational audit).
Audit operasional merupakan penelahaan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan pengamatan yang obyektif
dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu.
1.2. Klasifikasi Auditor
Auditor biasanya diklasifikasikan dalam dua kategori berdasarkan siapa yang mempekerjakan mereka, yaitu:
Auditor eksternal, dan auditor internal, perbedaannya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Auditor eksternal.
Audit eksternal merupakan pihak luar yang bukan merupakan karyawan perusahaan atau instansi pemerintah terkait, berkedudukan independen dan tidak memihak baik terhadap
auditeenya maupun
terhadap pihak-pihak yang
berkepentingan dengan auditeenya (pengguna laporan keuangan). Auditor eksternal dapat melakukan setiap jenis audit.
2) Auditor Internal.
Auditor internal adalah pegawai dari perusahaan yang diaudit atau lembaga teknis
pemerintah yang memiliki sifat
audit internal, auditor ini
melibatkan diri dalam
suatu kegiatan penilaian independen dalam lingkungan perusahaan atau institusi
pemerintah sebagai suatu bentuk jasa bagi perusahaaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor melakukan kegiatan–kegiatan berikut:
- Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian intern, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
- Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur- prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen
- Memast i kan s eb erap a jau h har t a p er us a haan/organis asi dipertanggung-jawabkan dan dilindungi dari kemungkinan t e r j adinya s egala b e n t uk p e nc ur ia n, k e c ura n g a n da n penyalahgunaan.
- Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
- Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.
- Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisensi dan efektifitas.
Dari kegiatan-kegiatan yang
dilakukannya tersebut dapat disimpulkan bahwa internal auditor antara lain memiliki peranan dalam:
- Pencegahan Kecurangan (Fraud Prevention),
- Pendeteksian Kecurangan (Fraud Detection), dan
- Penginvestigasian Kecurangan (Fraud Investigation).
1.3. Lembaga Audit
Profesi Auditor sangat dibutuhkan pada berbagai aspek yang
berkaitan dengan pemeriksaan, baik pemeriksaan keuangan maupun pemeriksaan kinerja dan
kepatuhan. Apalagi hingga saat ini, dengan diterapkannya prinsip-prinsip Good Governance, pengawasan
pengelolaan keuangan negara semakin mempersempit ruang gerak kesempatan untuk melakukan kolusi dan praktik melanggar hukum lainnya.
Auditor yang bekerja untuk kepentingan pemilik, yang ditugaskan melakukan pemeriksaan atas laporan pertanggung jawaban pengurus organisasi, biasanya ditunjuk dari lembaga independen, disebut auditor eksternal. Sedangkan auditor yang dipekerjakan oleh dan untuk kepentingan manajemen, karena posisinya
berada di bawah kendali manajemen yang
memberi penugasan, disebut auditor internal (STAN, 2007).
Auditor adalah sebuah profesi, diberbagai negara tidak
berbeda
dengan indonesia auditor memiliki strata tersendiri. Di negara kita, ada dua lembaga yang memberikan jasa sebagai “auditor eksternal” atau “auditor independen”, yaitu “Kantor Akuntan Publik” atau “KAP”
dan
“Badan Pemeriksa Keuangan” atau “BPK” (STAN, 2007):
a) Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memiliki izin yang masih berlaku dari Kementerian Keuangan, yang anggotanya tergabung dalam Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Lembaga ini biasanya melakukan audit terhadap laporan keuangan perusahaan komersial dan institusi/lembaga non pemerintah berdasarkan perintah stakeholder, biasanya oleh Komisaris selaku wakil dari pemegang saham, yang dituangkan dalam satu perikatan (SPK/ Kontrak).
b) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah lembaga negara yang
bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang- undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan.
Sesuai dengan agency theroy bahwa ada pemberi tugas dan ada peneriman tugas.begitu pula dengan auditor, auditor internal dipekerjakan oleh manajemen/pimpinan
organisasi
(Direksi atau Kepala Pemerintahan, Menteri/ Kepala LPND) untuk dan
atas nama
serta bertanggung jawab kepada manajemen. Tenaganya dapat berasal
dari para profesional yang disewa secara temporer (sesuai kebutuhan/ tidak permanen) dari luar (outsource) atau dari sumber internal yang ditampung dalam satu wadah (institusi/satuan kerja) yang madiri dan bersifat permanen dan secara khusus diberi tugas melaksanakan fungsi pengawasan.
Tugas utama audit internal adalah memberikan pendampingan dan pengawasan
pengelolaan keuangan. Pemerintah Indonesia memiliki
salah satu Auditor Internal yaitu BPKP. Ada banyak lembaga audit internal yang
bersifat permanen dengan tugas membantu manajemen di bidang pengawasan dalam pengelolaan keuangan, antara lain (STAN, 2007):
- Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yaitu lembaga audit internal pemerintah pusat, dibentuk dengan Keputusan Presiden, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
- Inspektorat Jenderal Kementerian/Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), merupakan auditor internal di lingkungan masing-masing Kementerian/LPND.
- Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupaten/Kota sebagai auditor internal di lingkungan Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten/ Kota.
- Auditor internal pada Badan-badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta yang disebut dengan berbagai istilah, seperti Satuan Pemeriksa Intern (SPI), Kantor Audit Internal (KAI), Satuan Kerja Audit Internal (SKAI).
Berbagai profesi biasanya memiliki asosiasi yang menaunginya, begitu pula untuk auditor internal di Indonesia, telah berdiri Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal, terdiri dari The Institute of Internal Auditors Indonesia Chapter, Forum Komunikasi
Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMD, Yayasan Pendidikan Internal Audit, Dewan Sertifikasi Qualified Internal Audit, Perhimpunan Audit Internal Indonesia, dan Asosiasi Auditor Internal (STAN,
2007).
1.4. Audit
Sektor Publik
Sebagian cerita di atas adalah bagaimana proses pemeriksaan atau audit dilakukan pada organisasi perusahaan atau lembaga bisnis
private.
Sementara untuk organisasi sektor publik isu pemeriksaan
hanya baru terasa 10 tahun terakhir setelah era reformasi.
Audit terhadap institusi sektor publik menjadi terasa penting saat
baru disadari bahwa lembaga eksekutif sebagai pihak yang mengelola uang negara yang merupakan uang rakyat, uang orang banyak, perlu untuk dipertanggungjawabkan penggunanaanya dan perlu diperiksa kewajarannya. Audit terhadap sektor publik menjadi fokus perhatian karena dinilai instansi pemerintah tidak terbuka terhadap masyarakat
mengenai kondisi keuangan sebenarnya dan instansi sektor publik rawan akan penyalahgunaan dana sehingga dibutuhkan aturan yang ketat dan audit yang independen terhadap pemeriksaan laporan keuangan instansi pemerintahan.
Audit terhadap sektor publik sangat penting dilakukan hal
ini merupakan bentuk tanggung jawab sektor publik (pemerintah pusat dan daerah) untuk mempertanggungjawabkan dana yang telah digunakan oleh instansi sehingga dapat diketahui pemanfaatan dana tersebut dilaksanakan
sesuai prosedur dan standar atau tidak.
Banyak sekali suara miring tentang penyalahgunaan wewenang
para
penyelenggara negara, korupsi, kolusi dan nepotisme. Berbagai kritik bahwa keberadaan sektor publik tak efisien dan jauh tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan yang terjadi di sektor swasta lembaga
sektor publik masih memiliki
kesempatan yang
luas untuk memperbaiki kinerja
dan
memanfaatkan sumberdaya secara
ekonomis efisien dan efektif. Istilah “akuntabilitas publik value
for money reformasi sektor publik privatisasi
good public governance”
telah begitu cepat masuk
kedalam kamus sektor publik (Mardiasmo, 2004:17).
Bahkan istilah pemeriksaan khusus terhadap kasus-kasus yg diperkirakan mengandung unsur penyimpangan yang
merugikan Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah sudah dikenal luas di lingkungan pemerintahan dan BUMN/BUMD (Karni, 2000:117).
1.5. Institusi Sektor
Publik
Menurut Mahsun dkk (2007) bahwa sektor publik dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang dan jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lainnya yang
diatur dengan hukum. Dalam kerangka pemahaman sektor publik maka barang publik yang dimaksud tidak hanya berupa dalam bentuk barang secara fisik namun juga mengandung makna non fisik yaitu pelayanan publik (untuk selanjutnya dalam bab ini barang publik juga diartikan sebagai pelayanan publik). Dari berbagai literatur, barang publik dapat dikategorisasikan menjadi dua jenis,
yaitu:
a) Barang publik murni (pure public goods), contohnya: pertahanan nasional (defence) dan layanan pemadam kebakaran (fire service),
dimana pengadaan barang publik murni ini dibiayai dari pajak. Dengan begitu terdapat empat karakteristik barang publik murni, sebagai berikut:
- Non rivalry in consumption, maksudnya barang publik merupakan konsumsi umum sehingga konsumen tidak bersaing dalam mengkonsumsinya.
- Non-exclusive, maksudnya penyediaan barang publik tidak hanya diperuntukkan bagi seseorang dan mengabaikan yang lainnya sehingga tidak ada yang eksklusif antar individu dalam masyarakat, semua orang memiliki hak yang sama untuk mengkonsumsinya.
- Low excludability, maksudnya penyedia atau konsumen suatu barang tidak bisa menghalangi atau mengecualikan orang lain untuk menggunakan atau memperoleh mamfaat dari barang tersebut.
- Low competitive, maksudnya antar penyedia barang publik tidak saling bersaing secara ketat, hal ini karena keberadaan barang ini tersedia dalam jumlah dan kualitas yang sama.
b) Barang semi publik (quasi-public goods)
atau biasa juga disebut common pool goods, yaitu barang-barang atau jasa kebutuhan masyarakat yang mamfaat barang atau jasa dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat,
namun apabila dikonsumsi oleh individu tertentu akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Barang atau jasa ini sebetulnya mempunyai daya saing yang tinggi tetapi non excludable, maksudnya penyedia atau konsumen barang atau pelayanan
publik ini tidak bisa menghalangi/mengecualikan orang lain
untuk menggunakan serta memperoleh mamfaat dari barang tersebut, meskipun konsumsi seseorang
akan mengurangi keberadaaan barang atau jasa
tersebut. Contohnya adalah pelayanan kesehatan dan pendidikan. Penyediaan barang atau jasa semi publik ini sebagian dapat dibiayai
oleh
sektor publik dan sebagian lainnya dibiayai
oleh
sektor privat.
Berdasarkan penjelasan diatas, keberadaan sektor publik tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan barang publik yang menjadi kebutuhan masyarakat, sehingga keberadaan sektor publik ditengah
masyarakat tidak bisa dihindarkan (inevitable). Dengan demikian, menurut
Jones dan Bates (1990) terdapat tiga peran utama sektor publik dalam masyarakat yaitu:
1) Regulatory role, sektor publik berperan dalam menetapkan segala
aturan yang berkaitan dengan kepentingan umum, karena tanpa ada aturan maka ketimpangan akan terjadi dalam masyarakat. Bisa
saja sebagian masyarakat akan dirugikan karena tidak mampu/ mendapatkan akses memperoleh barang atau layanan yang
sebetulnya untuk umum sebagai akibat dari penguasaan barang atau layanan tersebut oleh kelompok masyarakat lainnya.
2) Enabling role, adalah peran sektor publik dalam menjamin terlaksananya peraturan yang sudah ditetapkan dalam penyediaan barang dan jasa
publik, dimana sektor publik harus dapat memastikan kelancaran aktivitas pelaksanaan program dan kegiatan yang
diperuntukkan masyarakat. Implikasinya sektor publlik diberi kewenangan untuk penegakkan hukum (law enforcement) dalam kaitannya menjamin ketersediaan
barang dan jasa publik yang sesuai dengan hukum.
3) Direct provision of goods and services, karena semakin
kompleksnya area yang harus di ‘cover’ oleh sektor publik dan adanya keterbatasan dalam pembiayaan barang dan jasa publik secara langsung maka pemerintah dapat melakukan privatisasi. Sehingga
disini peran
sektor publik adalah ikut mengendalikan/mengawasi sejumlah proses pengadaan barang dan jasa publik serta regulasi
yang
ditetapkan sehingga tidak merugikan masyarakat.
Jika dilihat dari definisi dan peran sektor publik tersebut di atas, maka dengan kata lain sektor publik adalah government (pemerintah) yang berfungsi untuk mensejahterakan masyarakat, dimana pemerintah diberi ‘kekuasaan’ oleh masyarakat
untuk mengatur dan menjamin pemenuhan kebutuhan barang dan jasa publik yang berdasarkan hukum.
Organisasi Sektor Publik
Organisasi secara umum dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang berkumpul dan berker jasama dengan cara yang
terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama-sama. Apabila dilihat dari tujuan dan
sumber pendanaannya maka terdapat 2 tipe organisasi sektor publik (Mahsun dkk, 2007) yaitu:
1) Pure non-profit organization,
tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud untuk melayani
dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendanaan organisasi ini berasal dari pajak,
retribusi, dan pemenerimaan pemerintah lainnya.
2) Quasi non-profit organization,
tujuan organisasi ini adalah menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud untuk melayani dan memperoleh keuntungan (surplus). Sumber pendanaan organisasi ini bersal dari investor pemerintah/swasta dan kreditor.
Dalam perkembangannya di setiap negara cakupan organisasi sektor publik sering tidak sama, sehingga tidak ada definisi yang secara komprehensif memformulasikan secara baku menyatakan cakupan organisasi sektor publik untuk semua sistem pemerintahan. Sehingga dalam suatu pemerintahan dimungkinkan terdiri dari berbagai macam organisasi sektor publik yang
pendirian dan fungsinya memiliki misi tersendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Di Indonesia sendiri organisasi sektor publik yang bertujuan non-profit
contohnya adalah Badan Layanan Umum (BLU) dan yayasan sosial yang dibiayai pemerintah. Sedangkan organisasi sektor
publik yang bertujuan mencari laba contohnya adalah
BUMN/BUMD.
Banyaknya variasi dari organisasi sektor publik juga disebabkan adanya perubahan lingkungan organisasi
itu sendiri karena secara natural para manager/pimpinan organisasi akan selalu berupaya mengembangkan berbagai pendekatan yang paling efektif dan efisien untuk meningkatkan kinerja organisasi secara terus menerus, bahkan menurut Niviari (2008), berbagai organisasi sektor publik di Amerika terutama agen-agen pemerintahan justru yang memulai dalam inovasi dan pengembangan manajemen kinerja.
Selanjutnya menurut Mahsun dkk (2007) bentuk adaptasi organisasi sektor publik dalam menghadapi pesatnya perubahan lingkungan antara lain:
1) Struktur yang
terlalu birokratik dan bertingkat mengalami pemangkasan, karena model struktur yang
terlalu birokratik dalam prakteknya tidak efektif untuk meningkatkan produktifitas organis asi, memic u ter j adinya praktek KKN dan s er ing mengecewakan users.
2) Sistem sentralisasi mulai banyak diubah menjadi desentralisasi, yaitu memunc ulnya unit-unit
p er t ang gungjawab an at as pendelegasian kewenangan yang mempunyai keleluasaan untuk mengatur dan mengelola sumber daya yang dimiliki.
3) Melakukan perbaikan organisasi berbasis kinerja, dimana laporan pengukuran kinerja mulai dilengkapi
tidak
hanya berisikan tentang
penggunaan anggaran tetapi lebih berorientasi pada input, output, outcome
dan benefit. Disamping itu juga adanya umpan
balik berupa saran dan rekomendasi perbaikan kinerja untuk tahun berikutnya.
4) Pe ng ambi lan ke putus an dilaku kan s e cara cepat dengan membangun sistem informasi manajemen yang handal sebagai
respon atas semakin kompleksnya transaksi organisasi.
5) Adanya perbedaan yang sistematis terhadap individu-individu dalam organisasi, merupakan akibat dari pengembangan kapasitas anggota organisasi
atas respon dari perubahan lingkungan organisasi.
6) Munculnya kesadaran yang tinggi atas pentingnya ukuran kinerja non finansial, sebagai akibat dari tuntutan optimalisasi tingkat kepuasan masyarakat atas penyediaan barang atau pelayanan publik.
7) Berdasarkan ciri-ciri adaptasi organisasi
sektor publik tersebut diatas, jika
dikaitkan dengan pekembangan organisasi sektor publik di Indonesia maka dapat dilihat bahwa pemerintah kita saat ini telah mengarah pada perubahan manajemen sektor publik secara
sistematis dimulai dari pembentukan undang-undang otonomi daerah sampai dengan undang-undang yang mengatur keuangan negara.
1.6. Akuntansi Sektor
Publik
Bila dicermati lebih dalam mengenai ciri dari organisasi sektor publik bahwa sebenarnya institusi sektor publik wajib keberadaanya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat
tentu memiliki konswekwensi pendanaan, artinya dibutuhkan anggaran pengeluaran sebagai akibat aktifitas pelayanan
tersebut.
Dana atau anggaran pengeluar an y ang di kelola harus dipertanggungjawabkan dengan menggunakan model pertanggungjawaban yang memiliki standar pencatatan yang sama, yaitu standar akuntansi pemerintah. Sektor publik adalah manajemen keuangan yang berasal dari publik sehingga menimbulkan konsekuensi untuk dipertanggung jawabkan kepada publik. Dengan demikian, pengelolaannya memerlukan keterbukaan dan akuntabilitas terhadap publik.
Dengan demikian dalam setiap institusi sektor publik wajib adanya akuntansi yang disebut sebagai Akuntansi sektor publik. Akuntansi sektor publik adalah sistem akuntansi yang dipakai oleh
lembaga-lembaga publik sebagai salah satu alat pertanggung jawaban kepada publik. Sekarang
terdapat perhatian yang makin besar terhadap praktek akuntansi yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga publik, baik akuntansi sektor pemerintahan maupun lembaga publik non-pemerintah. Lembaga publik mendapat tuntutan dari masyarakat untuk dikelola secara transparan dan bertanggung jawab.
Organisasi sektor publik menghadapi tekanan untuk lebih
efisien, memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial dan memanfaatkannya bagi
publik, serta dampak negatif atas aktivitas yang dilakukan. Berbagai tuntutan tersebut menyebabkan akuntansi dapat diterima sebagai
ilmu yang dibutuhkan
untuk mengelola urusan-urusan publik. Akuntansi sektor publik sedang mengalami
proses untuk menjadi disiplin ilmu yang lebih dibutuhkan.
Organisasi sektor publik luas
lingkupnya dengan berbagai karakteristik. Ruang lingkup akuntansi sektor publik meliputi badan-badan pemerintahan
(pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan unit-unit kerja pemerintah), organisasi sukarelawan, rumah sakit, perguruan tinggi dan universitas, yayasan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi politik, dan sebagainya.
Seperti telah disebutkan di atas, proses pencatatan akuntansi harus memiliki
standarisasi yang sama. Sistem
akuntansi untuk badan-badan pemerintahan harus mengikuti standar akuntansi pemerintah (SAP)
seperti dimaksud dalam undang-undang nomor 17 tahun 2003 pasal 32, undang-undang nomor 1 tahun 2004 pasal 51 ayat 3, dan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 2005. Di sisi
lain, unit-unit pemerintah yang bergerak di bidang bisnis (BUMN dan BUMD)
harus mengikuti standar akuntansi keuangan yang
dikeluarkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Sementara itu, organisasi publik non pemerintahan mengikuti standar akuntansi keuangan.
Salah satu bentuk penerapan teknik akuntansi sektor publik adalah di organisasi BUMN. Pada tahun 1959 pemerintahan orde lama mulai melakukan kebijakan-kebijakan
berupa nasionalisasi perusahaan asing yang ditransformasi menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Tetapi karena tidak dikelola oleh manajer profesional dan terlalu banyaknya ‘politisasi’ atau campur tangan pemerintah, mengakibatkan perusahaan tersebut hanya dijadikan ‘sapi perah’ oleh para birokrat. Sehingga sejarah kehadirannya tidak memperlihatkan hasil yang baik dan tidak menggembirakan.
Kondisi ini terus berlangsung pada masa orde baru. Lebih b er tolak b elakang lagi pada s aat dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983
tentang fungsi dari BUMN. Dengan memperhatikan beberapa fungsi tersebut, konsekuensi yang harus ditanggung oleh BUMN sebagai perusahaan publik adalah menonjolkan keberadaannya sebagai agent of development daripada sebagai business entity. Terlepas dari itu semua, bahwa keberadaan praktik akuntansi sektor publik
di Indonesia dengan status hukum yang jelas
telah ada sejak beberapa tahun bergulir dari pemerintahan yang sah. Salah satunya adalah Perusahaan Umum Telekomunikasi (1989).
Sumber : Buku Audit Sektor Publik Anis Rachma Utary & Muhammad Ikbal
No comments:
Post a Comment