Wednesday, 17 July 2013

Perikatan

Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh dua subjek hukum atau lebih, dimana kedua belah pihak saling mengikatkan diri untuk memberikan prestasinya dalam hal ini berwujud hak dan kewajiban masing-masing.
Adapun sumber-sumber perikatan berasal dari:
1.       Perjanjian
Perikatan yang timbul akibat adanya perjanjian jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, persekutuan dan lain-lain.
2.       Undang-Undang
Perikatan yang timbul dari Undang-Undang ada 2 macam yaitu:
a.       Perbuatan yang khusus karena Undang-Undang. Misalnya: hubungan yang mengatur kedudukan antara orang tua dengan anak.
b.      Perbuatan yang khusus dari tindakan orang lain. Misalnya: perjanjian perkawinan, perjanjian jual beli dan lain-lain.
3.       Hubungan moral/lain-lain
Perikatan yang berhubungan dengan moral pada umumnya terjadi karena adanya pemberian atau balas jasa. Misalnya: hubungan seseorang dengan toko-tokoh ulama, hubungan murid dengan guru, dan lain-lain.
Betuk-bentuk perikatan ada 9 macam yaitu:
1.       Perikatan timbal balik
Perikatan ini cara pemenuhan prestasinya dilakukan secara timbal balik, artiya masing-masing pihak saling memberikan prestasinya. Misalnya: penjual dengan pembeli, kreditur dengan debitur.
2.       Perikatan sepihak
Perikatan ini cara pemenuhan prestasinya hanya dilakukan sepihak, artinya pihak yang satu tidak mengharapkan imbalan dari pihak lain. Misalnya: pembagian warisan, pemberian hibah, dan lain-lain.
3.       Perikatan sederhana
Perkatan ini cara pemenuhan prestasinya sangat mudah dan tidak berbelit-belit. Misalnya: perikatan antara penjual dan pembeli.
4.       Perikatan bersyarat
Perikatan ini cara pemenuhan prestasinya dengan cara-cara tertentu atau jika ada suatu peristiwa tertentu. Misalnya: perikatan dalam perkawinan.
5.       Perikatan penetapan Waktu
Perikatan ini cara penuhan prestasinya ditentukan oleh jangka waktu tertentu. Misalnya: perikatan dalam hal sewa-menyewa, hutang-piutang, dan lain-lain.
6.       Perikatan Tanggung Menanggung
Perikatan ini cara pemenuhan prestasinya berhubungan degan hak dan kewajiban masing masing. Misalnya: perikatan antara debitur dan kreditur.
7.       Perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi
Perikatan ini cara pemenuhan prestasinya dengan benda yagn dapat dibagi-bagi. Misalnya: perikatan yang berbentuk hewan.
8.       Perikatan dengan ancaman hukum
Perikatan ini cara pemennuhan prestasinya denga ancaman hukuman jika salah satu melakukan pelanggaran. Misalnya: pelanggaran kendaraan di jalan raya.
9.       Perikatan Manasuka
Perikatan ini cara pemenuhan prestasinya dengan memilih salah satu dari beberapa alternatif yang tersedia.
Suatu perikatan dapat terhapus jika masing-masing pihak telah memenuhi prestasinya, sedang prestasi tersebut dapat berupa penyerahan barang dan jasa, perbuatan, atau bentuk-bentuk lainnya.
Cara memperbarui perikatan:
1.       Bersifat Objektif
Dalam cara ini pembaruan perikatan dilakukan denga mengganti objekya, misalnya: barang yang menjadi jaminannya atau barang-barang lainnya namun penggatian objek itu atau nilai barangnya harus seimbang atau mendekat sama, lebih besar, atau lebih kecil.
2.       Bersifat Subjektif Aktif
Dalam cara ini pembaruan perikatan dilakukan denga mengganti subjek yang aktif. Misalnya: orang, lembaga dan kreditur. Perikatan ini subjeknya dapat diganti jika subjek yang pertama menyatakan ketidaksanggupan atau berhalangan sehingga diperlukan penggantian, namun harus ada kesepakatan terlebih dahulu dengan kliennya.
3.       Bersifat subjektif Pasif
Dalam cara ini pembaruan perikatan dilakukan dengan mengganti debiturnya, orangnya, atau lembaganya. Debitur (klien) juga dapat diganti jika berhalangan atau menyatakan ketidaksanggupan, namun harus terdapat alasan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak misalnya antara debitur dan kreditur.

Perjanjian (kontrak)


Istilah perjanjian sudah ada sejak zaman peradapan nenek moyang kita hingga sekarang ini. Perjanjian dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis dan dapat dilakukan antar perseorangan  ataupun antar seorang sebagai individu dengan suatu lembaga maupun sebaliknya. Berbagai macam perjanjian dilakukan oleh orang, namun penulis hanya membatasi pada perjanjian yang berkaitan erat dengan dunia bisnis.
Dalam dunia bisnis melakukan perjanjian atau kontrak adalah merupakan hal yang sudah biasa dan sering terjadi di lingkungan sekitar kita ini. Perjanjian antar pembisnis tersebut dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, sesuai dengan terjadinya perjanjian, dengan demikian secara otomatis pihak-pihak yang akan melakukan perjanjian akan menjadi terikat satu sama lain, di samping itu utuk masing-masing pihak dituntut dan berusahan menepati janji sesuai dengan perihal yang disepakati atau dibuat bersama.
Perjanjian yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah suatu peristiwa diman terdapat dua orang atau lebih yang secara bersama membuat janji dan masing-masing pihak yang membuat janji berusaha untuk memenuhi prestasinya (perihak yang dijanjikan).
Sedangkan yang dimaksud dengan kontrak dalam kegiatan ini adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (primissory agreement) antara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau dapat menghilangkan hubungan hukum.
Prestasi yang dimaksud dalam perjanjian ini dapat dipenuhi denga bentuk:
1.       Penyerahan sesuatu berupa barang atau jasa
2.       Melakukan perbuatan sesuatu
3.       Tidak melakukan perbuatan sesuatu

Dalam padal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) disebutkan mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut:
1.       Syarat Subjektif
Menyangkut orang yang membuat perjanjian yaitu harus berada di atas pengampuan, artinya: dewasa, sehat jasmani dan rohani, cakap atau mampu bertindak untuk melakukan perbuatan hukum, tidak berada dalam pengawasan yang berwajib.
2.       Syarat Objektif
Terdapat kata sepakat antara kedua belah pihak dengan kesadaran yang penuh (tidak ada unsur paksaan, penipuan) harus ada perihak yang diperjanjikan, harus ada tujuan dan tidak bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku.
Bial syarat subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjian ini dapat dimintakan pembatalan.
Macam-macam perjanjian:
1.       Perjanjian Umum
Perjanjian umum merupakan suatu perjanjian yang membutuhkan syarat-syarat yang sederhana dan mudah pemenuhannya. Perjanjian umum tersebut terbagi atas:
a.       Perjanjian Obligator
Yaitu perjanjian yang megakibatkan adanya perikatan di antara kedua subjek hukum. Perjanjian obligator merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam hubungan hukum yang mana pihak ke-1 dapat menuntut pihak ke-2 atas suatu barang atau prestasi dan orang yang ingkar janji harus menyerahkan barang atau mengerjakan prestasi yang disepakati.
b.      Perjanjian Pembuktian
Yaitu perjanjian yang mengatur syarat pembuktian apabila kelak ada perselisihan di muka pengadilan. Perjanjian pembuktian merupakan salah satu pelengkap dari perjanjian pokok yang telah disepakati. Misalny: perjanjian hutang dengan jaminan barang.
c.       Perjanjian kebendaan
Yaitu perjanjian mengenai penyerahan suatu benda. Perjanjian kebendaan untuk memperkuat kepastian hukum terhadap barang atau benda yang diterima.
d.      Perjanjian penetapan
Yaitu perjanjian untuk menetapka hak pribadi atau hak atas kebendaan. Perjanjian tersebut pada umumnya dilakukan oleh para ahli waris dalam membagi warisan kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya. Warisan dapat dibagi bila, kedua atau salah satu orang tua selaku pemilik harta telah meninggal dunia.
2.       Perjanjian Khusus
Perjanjian Khusus merupakan suatu perjanjian yang membutuhkan syarat-syarat tertentu yang lebih spesifik bila dibandingkan dengan syarat-syarat pada perjanjian umum. Perjanjian khusus terbagi atas:
a.       Perjanjian Jual Beli
Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjia dimana pihak satu mengikatkan diri untuk menyerahkan sebuah benda pada pihak lain, dan pihak lain bersedia membayar. Perjanjian ini bersifat perjanjian kredit, karena kalau sudah terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli walaupun belum ada penyerahan barang dan belum adan penyerahan pembayaran. Jika salah satu pihak meminta pembatalan, maka yang meminta pembatalan tersebut harus menggati kerugian. Perjanjian jual beli menurut hukum ada bersifat spontan. Perjanjian dianggap sah jika sudah ada penyerahan barang dan pembayaran.
b.      Perjanjian Tukar Menukar Baragn (Barter)
Yaitu suatu perjanjian di mana dalam perjanjian ini uang tidak berlaku, yang berlaku hanya barang dengan barang saja. Misalnya: tukar menukar hasil bumi denga barang kebutuhan lain yang meskipun terkadang nilainya tidak harus sama.
c.       Perjanjian Persekutuan
Yaitu suatu perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mendirikan suatu badan usaha atau organisasi sosial. Seperti: CV, PT, Yayasan dan lain-lain. Tanggung jawab terhasap resiko yang terjasi tergantung pada isi perjanjian waktu mendirikan persekutuan tersebut.
d.      Perjanjian Hibah/Hadiah
Yaitu perjajian yang merupakan perjajian sepihak, yang aktif di sini adalah kreditur, pihak yang menyatakan baik secara tertulis maupun lisan untuk memberikan sesuatu secara cuma-cuma dan tidak bisa ditarik kembali. Misalnya: menghibahkan sebagian tanah untuk masjid.
e.      Perjanjian Pinjam Mengganti
Dalam perjanjian ini, seseorang mengikatkan dirinya pada orang lain untuk berjanji meminjam sejumlah barang dan mengganti barang yang sana disesuaikan dengan harga atau nilai yang berlaku saat pembayaran.
f.        Perjajian Pinjam Pakai
Yaitu suatu perjanjian di mana barang yang diganti harus sama dengan obyeknya/barangnya kembali seperti semula. Perjanjian ii merupakan perjanjian sepihak, peminkam tidak berhak meminjamkan ke pihak lain (pinjam utuk dipakai).
g.       Perjanjian Kerja
Yaitu suatu perjanjian dimana seseorang mengikatkan diri pada orang lain untuk melakukan suatu  pekerjaan atas perintah dan petunjuk orang lain atau majikan, dengan memperoleh imbalan yang telah disepakati bersama.
h.      Perjanjian perburuhan
Yaitu suatu perjanjian yang mengatur antara serikat pekerja dengan majikan pemilik perusahaan, dengan diketahui oleh departemen tenaga kerja (Depnaker), jika berada di daerah diwakili oleh Kanwil Depnaker, sehingga perjanjian ini disebut perjanjian Tripartit, karena melibatkan 3 unsur yaitu: serikat pekerja, pihak perusahaan dan kanwil Depnaker.
i.         Perjanjian pemberian jasa
Perjanjian ini berbeda dengan perjanjian kerja. Dalam perjanjua kerja ada unsur perintah sedangkan dalan perjanjian jasa tidak ada unsur perintah. Misalnya: perjanjian meggunakan jasa notaris, dokter, psikolog, dll.
j.        Perjanjian Pemborongan
Perjanjian ii terjadi apabila seseorang mengikatkan diri pada orang lain sebagai pemilik pekerjaan untuk melakukan pemborongan pekerjaan. Resiko dalam perjanjian ini, apabila hasil pekerjaan borongan itu tidak baik/memuaskan, maka pemborong dapat dituntut ganti rugi.
k.       Perjanjian pemberian Kuasa
Perjanjian ini adalah perjajian yang melibatkan dua orang atau lebih yang intinya memberikan kuasa untuk melalukan perbuatan atau tindakan atas nama pemberi kuasa. Misalnya: perjanjian pemberian kuasa kepada pengacara atau penasihat hukum, kepada akuntan publik untuk melakukan tindakan sesuai dengan bidangnya.
l.         Perjanjian sewa-menyewa
Yaitu perjanjian diman seseorang mengikatkan diri kepasa orang lain untuk menikmati benda orang lain dengan memberikan imbalan pembayaran tertentu. Kewajiban orang yang menyewa memelihara benda agar dapat dinikmati seperti benda milik sendiri dan membayar sewa tempat pada waktunya.
m.    Perjanjian Penitipan Barang
Perjanjian penitipan barang dikelompokkan menjadi dua yaitu penitipan barang dalam sengketa dan tidak dalam sengketa. Penitipan barang dalam sengketa umumnya ditangani oleh pihak kantor pengadilan sampai perkara diputus, sedangkan penitipan barang yang tidak bersengkenta ditangani oleh umum. Penitipan barang dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.       Penitipan barang biasa dengan pembayaran tertentu
2.       Penitipan barang cuma-cuma tanpa dipungut bayaran
3.       Penitipan uang pada bank dalam bentuk tabungan
n.      Perjanjian untung-untungan/Spekulasi
Perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang menguntungka sesuatu kejadian yang belum tentu terjasi di masa mendatang dan kedua belah pihak sama-sama belum mengetahuinya. Misalnya: perjanjian asuransi, perjanjian taruhan, dan perjanjian jaminan seseorang.
Wanprestasi (ingkar janji)
Di dalam iklim berbisnis, terkadang banyak ditemukan suatu peristiwa yang tidak dikehendaki oleh semua pihak, namun disengaja maupun tidak didalam dunia bisnis sering terjadi adanya peristiwa igkar janji yang disebut wanprestasi. Konsekuensi yuridis dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam perjanjian tersebut untuk menuntut ganti rugi kepada pihak yang merugikan dalam hal ini pihak yang melakukan wanprestasi.
Beberapa kemungkinan  bentuk-bentuk wanprestasi adalah:
1.       Tidak memenuhi keseluruhan dari perihal yang diperjanjikan
2.       Memenuhi tetapi hanya sebagian dari perihal yagn diperjanjikan
3.       Memenuhi tetapi tertunda waktunya
4.       Memenuhi tetapi dengan syarat-syarat tertentu

Ganti Rugi
Jika salah satu pihak tidak memenihi prestasinya, maka timbullah kerugian bagi pihak lainnya. Kerugian tersebut harus diganti oleh pihak yang melakukan wanprestasi sebagai konsekuensi dari tindakannya yang tidak memenuhi perjanjian. Penggantian inilah dalam hukum disebut istilah Ganti Rugi.
Bentuk-bentuk ganti rugi akibat wanprestasi adalah:
1.       Ganti rugi kontrak
Dalam hal ini jenis dan besarnya gati rugi sudah disebutkan dengan tegas dalam kontrak. Jika terjadi wanprestasi, maka pada prinsipnya ganti rugi tersebut hanya dapat dimintakan seperti yang tertera dalam kontrak tidak boleh dilebihi atau dikurangi. Kadang-kadang di dalam praktek sehari-hari model ganti rugi dalam kontrak ini muncul dalam bentuk denda keterlambatan.
2.       Ganti Ruhi Ekspektasi
Ganti rugi dalam bentuk ekspektasi ini, cara menghitung ganti ruginya dengan membayangkan seolah-olah perjanjian kontrak dilaksanakan. Jadi yang merupakan ganti rugi dalam hal ini pada prinsipnya adalah perbedaan antara nilai yang terjadi kerena adanya wanprestasi. Oleh karena itu, ganti rugi dihitung dari keuntungan yang diperoleh jika kontrak itu dilaksanakan. Dengan demikian kehilangan keuntungan dapat ditutupi dengan menghitung secara ekspektasi.
3.       Ganti Rugi Biaya
Gati rugi berupa peggantian biaya atau disebut ganti rugi out of focket atau reliance demages yang berarti ganti rugi yang di bayar hanya sejumlah biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang telah dirugikan. Pada umumnya biaya-biaya yang dikeluarkan ditunjukkan dalam bentuk kuitansi-kuitansi sehingga ganti rugi ini sering disebut dengan istilah ganti rugi kuitansi.
4.       Ganti Rugi Restitusi
Yang dimaksud dengan ganti rugi restitusi adalah suatu nilai tambah atau manfaat yang telah diterima oleh pihak yang melakukan wanprestasi, yang mana nilai tambah tersebut terjadi akibat pelaksanaan prestasi dari pihak lain. Nilai tambah tersebut harus dikembalikan kepada pihak yagn dirugikan karenanya. Jika nilai tambah ini tidak dikembalikan, maka pihak yang melakukan wanprestasi menurut ilmu hukum dianggap telah melakukan tindakan memperkaya diri tanpa hak dan tindak dibenarkan oleh hukum. Misalnya: jika dengan kontrak tersebut salah satu pihak telah menerima manfaat atau mendapatkan barang tertentu dari pihak lainnya, maka jika pihak lain wanprestasi harus mengembalikan barang atau manfaat tersebut secara utuh.
5.       Ganti Rugi Quantum Meruit
Ganti rugi ini mirip dengan ganti rugi restitusi, bedanya yaitu jika ganti rugi bentuk restitusi adalah mengembalikan barang atau manfaat tersebut, sedangkan pada ganti rugi quantum meruit yang dikembalikan adalah nilai wajar dari hasil pelaksanaan kontrak. Misalnya: jika seseorang bekerja satu hari dengan upah Rp 100.00, maka jika ia bekerja 2/3 pekerjaan ia akan mendapatkan upah sebesar Rp 75.000 atau 2/3 dari Rp 100.000/hari.
6.       Ganti rugi pelaksanaan kontrak
Dalam ganti rugi jeis ini yang diperhitungkan adalah, sesuai dengan tahapan pelaksanaan kontrak. Jika pihak lain melakukan wanprestasi sesuai ketentuan hukum, dipaksakan untuk melakukan pemenuhan prestasinya. Misalnya: kontrak pemesanan lukisan kepada pelukis terkenal, jika salah satu  pihak melakukan wanprestasi maka pihak yang melakukan wanprestasi tersebut harus mengganti kerugian sesuai dengan nilai lukisan yang dipesan atau tingkat penyelesaian.
Jadi aplikasi dari praktik ganti rugi akibat wanprestasi dari suatu kontrak, dapat berupa beberapa kemungkinan:
1.       Meminta ganti rugi saja
2.       Meminta pelaksanaan tanpa ganti rugi
3.       Meminta pelaksanaaan dengan ganti rugi
4.       Membatalkan pelaksanaan tanpa ganti rugi
5.       Membatalkan pelaksanaan dengan ganti rugi

Pengertian dan perkembangan hukum bisnis

Pengertian hukum bisnis
Istilah “hukum bisnis” adalah sebagai terjemahan dari istilah “business law” yang sangat banyak dipakai dewasa ini baik di kalangan akademisi maupun kalangan praktisi. Meskipun begitu, banyak istilah lain yang tidak persis sama artinya, tetapi mempunyai ruang lingkup yang mirip dengan istilah hukum bisnis ini. Istilah-istilah lain terhadap hukum bisnis tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Hukum dagang (sebagai terjemahan dari “Trade Law”).
2.       Hukum perniagaan (sebagai terjemahan dari “commercial Law”).
3.       Hukum ekonomi (sebagai terjemahan dari “economic Law”).
Istilah “hukum dagang” atau “hukum perniagaan” merupakan istilah dengan cakupan yang sangat tradisional dan sangat sempit, karena pada prinsipnya kedua istilah tersebut hanya melingkupi topik-topik yang terdapt Kitab Undang-Undang Hukum dagang (KUHD) saja, padahal sangat banyak topik hukum bisnis yang tidak diatur atau tidak lagi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Misalnya:
-          Mengenai perseroan terbatas
-          Kontrak bisnis
-          Pasar modal
-          Merger dan akusisi
-          Perkreditan
-          Hak atas kekayaa intelektual
-          Perpajakan
-          Bisnis internasional, dll
Sementara istilah “hukum ekonomi” cakupannya sangat luas, berhubung adanya pengertian ekonomi dalam arti mikro dan makro, ekonomi pembanguna dan ekonomi sosial, ekonomi manajemen dan akuntansi yang kesemuanya tersebut dicakup dalam istilah “hukum ekonomi”. Jadi, jika dilihat hukum dagang atau hukum perniagaan ruang lingkupnya sangat sempit, dengan istilah hukum ekonomi ruang lingkupnya tidak lagi spesifik tetapi menjasi sangat luas. Karena itu istilah yang paling ideal atau tepat dari perpaduan hukum tersebut adalah “hukum bisnis”.
Selain itu, istilah hukum dagang atau hukum perniagaan sudah sangat tradisional bahkan sudah dikatakan sangat klasik. Jasi denga istilah hukum bisnis, maka penekannya adalah kepada hal-hal yang modern sesuai dengan perkembangan bisnis yang mutakhir. Itulah sebabnya jika dibandingkan dengan istilah-istilah lainnya, istilah hukum bisnis saai ini lebih populer dan sangat banyak digunakan baik di Indonesia maupu di negara lain, bahkan masyarakat internasional.
Sebenarnya hukum bisnis terdiri dari 2 kata yaitu: hukum dan bisnis, diman hukum sudah diuraikan pada bagian 1, sedangkan yang dimaksud dengan “bisnis” adalah suat urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa. Pendapat lain mengatakan bahwa bisnid adalah suatu usaha atau kegiatan yang diarahkan pada kegiatan jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar barang dan jasa, dan lain-lain dengan tujuan untuk memperoleh atau mencari keuntungan.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan hukum bisnis adalah suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tentang tata cara pelaksaan kegiatan dagang, industri, atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang dan jasa. Adapun menurut pendapat lain meyatakan bahwa hukum bisnis adalah serangkaian peraturan yang mengatur tentang kegiatan bisnis dengan syarat saling menguntungkan, artinya pihak penjual (produsen) mendapatkan keuntungan dari barang atau jasa yang dijualnya sedang pembeli mendapat untung dari manfaatnya.
Adapu yang merupaka ruang lingkup dari hukum bisnis ini, antara lain adalah:
-          Aturan tentang kontrak bisnis
-          Aturan tentang jual beli
-          Aturan tentang bentuk-bentuk perusahaan
-          Aturan tentang surat berharga
-          Aturan tentang asuransi
-          Aturan tentang perpajakan
-          Aturan tentang hukum pengankutan
Hukum bisnis di Indonesia
Pada prinsipnya dasar-dasar hukum bisnis sudah lama sekali diterapkan di indonesia. Setidaknya dasar hukum tertulis yang sudah dimuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mulai diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1848 berdasarkan asas konkordasi (perjanjian dan saling pengertian). Bahkan dasar-dasar dari hukum bisnis yang sangat tradisional sudah terlebih dahulu ada, baik dalam hukum adat (seperti hukum kontrak / perjanjian adat), atau hukum jual beli dagang secara sederhana yang mengatur transaksi jual beli rakyat Indonesia dengan para saudagar asing pada masa itu,  seperti dengan saudagar Portugis, Belanda, Arab, Hindustan, dan lain-lain.
Namu demikian, dasar hukum dari hukum bisnis indonesia yang tertulis adalah sebagai berikut:
1.       KUH Dagang yang belum banyak diubah, meskipun sudah usang pada prinsipnya masih ada beberapa ketentuan yang masih berlaku. Misalnya: ketentuan keagenan, distributor, asuransi, dan pengangkutan.
2.       KUH Dagang yang sudah banyak berubah, ketentuan ini masih banyak berlaku tetapi sudah banyak mengalami perubahan. Misalnya: pembukuan dagang, dan asuntansi.
3.       KUH Dagang yang sudah diganti dengan perundang-undangan yang baru, jadi secara yuridis formal KUH Dagang tersebut sudah tidak berlaku lagi. Ketentuan yang dimaksud adalah berlaku untuk perseroa terbatas, pembukuan perseroan dan reklame.
4.       KUH Perdata belum banyak diubah artinya meskipun ketentuan ini sudah usang, namun masih ada beberapa ketentuan yang masih berlaku. Contohnya ketentuan yang berlaku unntuk mengatur tentang hal perjanjian, kontrak, jual-beli, dan hipotik.
5.       KUH Perdata sudah banyak diubah, walaupun sebagian dari prinsipnya masih berlaku tetapi banyak ketentuan yang sudah diubah. Hal ini berlaku untuk perjanjian perkreditan atau pinjam-meminjam.
6.       KUH Perdata yang sudah diganti dengan Perundang-undangan yang baru. Ketentuan yang lama dicabut dan secara yuridir formal tidak berlaku lagi. Ketentuan yang dimaksud adalah tentang hak tanggungan da pemburuhan.
7.       Perundang-undangan yang tidak terkait dengan KUH Dagang maupun KUH Perdata juga sudah berlaku di Indonesia yang mengatur ketidak terkaitan keduanya. Ketentuan yang tidak terkait antara KUH Dagang dengan KUH Perdata berada pada pengaturan tentang:
a.       Perusahan GO Publik yaitu perusahaan yang sebagian besar modalnya atau sahamnya dimiliki oleh masyarakat umum.
b.      Penenaman Modal Asing yaitu perusahaan yang sebagian besar modalnya didanai oleh orang atau lembaga asing.
c.       Kepailitan dan Likuidasi yaitu penutupan perusahaan yang disebabkan oelh adanya ketidakmampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya.
d.      Merger yaitu penggabungan beberapa perusahaan kedalam satu manajemen yang bertujuan untuk perampingan perusahaan.
e.      Akusisi yaitu pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain denga berbagai alasan tertentu.

HUKUM

Pengertian hukum

Mendengar kata hukum, maka yang tergambar oleh kita adalah suatu proses pengadilaan yang terjadi di ruang sidang oleh hakim dan jaksa maupun perangkat hukum lainnya. Setiap individu pasti membutuhkan keadilan tersebut, maka suka atau tidak suka seseorang harus berhadapan dengan hukum. Hukum akan berjalan dengan baik jika setiap individu dapat menjaga dan menghormati keberadaan hukum tersebut. Hukum memang diciptakan oleh masyarakat untuk kepentingan masyarakat itu sendiri, jika setiap individu tidak dapat menjunjung hukum, maka hukum pun tidak akan berjalan dengan baik bahkan hukum akan lumpuh.
Keberadaan hukum da masyarakat adalah dua sisi yang saling berhubungan, keduanya tak dapat dipisahkan satu sama lain dan keberadaannya saling melengkapi.
Individu merupakan bagian dari masyarakat hukum, jadi keberadaan individu berpengaruh terhadap keberadaan hukum, tanpa adanya masyarakat tentu tidak ada hukum. Hukum berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Semakin bertambahnya aspek yang dicakup dalam kehidupan masyarakat maka bertambah luasnya cakupan kebutuhan hukum dalam masyarakat itu  sendiri, oleh karena itu amatlah sulit untuk memberi batasan yang tepat terhadap perkembangan hukum.
Sebaimana diketahui bersama bahwa seluruh negara di penjuru dunia ini dipastikan menerapkan hukum sesuai dengan perkembangan masyarakatnya masing-masing. Ini disadari bahwa kestabilan suatu negara tercipta karena banyak dipengaruhi hukum, oleh karena itu hukum perlu dipandang sebagai elemen yang sangat penting. Pada umumnya di negara yang sudah maju, akan menjunjung tinggi supremasi hukum yang telah ditetapkan oleh negaranya yang diikuti oleh kepatuhan masyarakatnya terhadap peraturan-peraturan yang diatur dalam undang-undang, namun sepremasi hukum tidak atau kurang ditegakkan secara baik dan benar maka masyarakat akan banyak yang akan melakukan pelanggaran hukum yang cenderung sulit dikendalikan yang akan diikuti oleh munculnya tidak kejahatan seperti; korupsi, pencurian, perampokan, penodongan, pemalsuan, terorisme dan lain-lain.
Tengoklah perkembangan hukum di Indonesia, saat ini sebagian masyarakat memandang sebelah mata terhadap keberadaan hukum, hukum dianggap tidak adil da tidak berpihak kepada kebenaran, mereka berpendapat bahwa hukum di negara kita ibaratnya tidak ubahya seperti jaring laba-laba yang berarti siapapun orang yang kuat, dialah yang mampu menembus jaring-jaring tersebut yang pada akhirnya mereka tidak terperangkap dalam hukum, namu sebaliknya bagi orang yang lemah akan lebih mudah terperangkap ke dalam hukum.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa sepremasi hukum di negara kita belum ditegakkan dengan baik dan benar, ini berarti keadilan yang didambakan oleh masyarakat selaku objek hukum belum dapat dicapai sesuai dengan haparan atau keinginan masyarakat. Melihat hal ini, dengan bergulirnya reformasi di bidang hukum, akan dapat memperbaiki supermasi hukum yang pada gilirannya dapat menciptakan keadilan di berbagai pihak.
Untuk membahas masalah definisi hukum secara lebih kompleks, selanjutnya akan dikemukan lebih dahulu tentang pengertian hukum dari segi etimologi (asal usul kata) yang disadur dari bahasa Arab dan bahasa Latin:
1.       Bahasa Arab
Kata hukum mula-mula berasal dari bahasa Arab yaitu alkat yang berarti hukum, bila diterjemahkan hukum dapat diartikan sebagai tindakan pemeksaan yang dilakukan oleh penguasa kepada rakyatnya.
2.       Bahasa Latin
Berasal dari kata rechtum yang berasal dari bahasa latin yag berhubungan erat dengan hukum yang berarti bimbingan, tuntunan, atau pemerintahan, sedangkan hukum sendiri dalam bahasa latin adalah Ires yang berarti megatur atau memerintah yang bertalian erat denga keadilan.
Definisi hukum

Mencari keseragaman megenai definisi hukum secara tepat sangatlah sulit, hal ini dikarenakan oleh adanya perbedaan pendapat para pakar dan latar belakangnya meskipun pada prinsipnya mempunyai maksud yang sama. Untuk memperjelas definisi hukum, di sini dikutip beberapa pendapat para pakar sebagai berikut:
1.       O. Notohamidjoyo
Hukum adalah kompleks peraturan yang tertulis, biasanya bersifat memaksa untuk kelakuan manusia di dalam masyarakat, yang berlaku dalam berjenis ligkungan hidup da masyarakat negara (serta antar negara), dengan tujuan mewujudkan keadilan, tata, serta damai.
2.       Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka
Hukum sebagai ilmu pengetahuan, suatu disiplin, kaidah, tata hukum, petugas, keputusan penguasa, proses pemerintahan, dan sebagai sikap tindak ajeg atau peri kelakuan yang teratur, serta sebagai nilai-nilai.
3.       H.M.N. Purwosutjipto
Hukum adalah keseluruhan norma, yang oleh penguasa atau penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.
4.       Prof. Mr.E.K. Meyers
Dalam bukunya “De algemene begrippen van het burgerlijk recht” adalah sebagai berikut: hukum adalah semua peraturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pendoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
5.       S.K. Amin, SH.
Dalam bukunya “bertamasya ke alam kubur” hukum ialah kimpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi dan bertujuan mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, terlihat bahwa pengertian hukum itu sangat beragam dan kompleks sekali, sehingga tidaklah mudah untuk memberikan definisi yang tepat pada pengertian hukum yang demikian luas ke dalam satu pengertian yang terbatas pada beberapa kalimat saja, namun dari beberapa pengertian atau definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa “hukum adalah serangkaian atau seperangkat peraturan yang mengandung norma, kaidah, pentunjuk dan disiplin digunakan untuk megatur tihkah laku manusia dalam hidup bermasyarakat, dengan tujuan untuk mencapai keadilan bagi masyarakat itu sendiri.” Dengan adanya hukum, secara sadar maupun tidak di dalam kehidupan sehari-hari kita berada dalam lingkaran dan selalu berhubungan dengan hukum bahkan perilaku kita dikendalikan oleh hukum. Akibat dari hukum dapat membuat manusia atau seseorang menjadi terikat, diizinkan dan dilarang. Sebagai contoh terikat karena adanya perjanjian, dizinkan untuk mendirikan perusahaan atau melaksanakan pernihanan, dilarang melakukan tindak kejahatan, misalnya: pecurian, pembunuhan, pemalsuan, perampokan, penjiplakan hak cipta, perampasan, dan tidak kejahatan lainnya.
Fungsi hukum bagi masyarakat
Dalam perkembangan masyarakat fungsi hukum dapat terdiri atas:
a.       Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan manusia dalam masyarakat dan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tidak, apa yang harus diperbuat dan mana yang harus dilarang. Apabila semua berjalan dengan tertib dan teratur, maka hukum yang ada telah dipatuhi oleh masyarakat.
b.      Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin
Hukum mempunyai kekuatan memerintah dan melarang, memaksa, dan mengikat baik fisik maupun psikologi. Dengan demikian hukum dapat memberikan keadilan kepada siapa
c.       Sebagai penggerak pembangunan
Hukum dapat mengikat dan memaksa atau dapat pula mengerakkan masyarakat dalam pembangunan. Di sini hukum dapat dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah lebih maju, baik fisik maupun mental. Sebagai contoh, hukum dapat dipergunakan untuk mendesak masyarakat atau aparatur yang lepas kontrol hukum utuk diarahkan kepada jalur hukum yang benar.
d.      Sebagai fungsi kritis
Dewasa ini sedang berkembang suatu pandangan bahwa hukum mempunyai fungsi kritis, artinya daya kerja hukum tidak semata-mata untuk melakukan pegawasan terhadap masyarakat umum, aparatur pemerintah, melaikan juga aparatur penegak hukum, karena masih banyak ditemui aparatur hukum justru banyak melakukan pelanggaran hukum.
Tujuan penciptaan hukum
Berbagai pakar memberika pendapat mengenai tujuan hukum menurut versinya masing-masing, namun dar beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum adalah:
1.       Untuk menciptakan kedamaian
2.       Untuk menciptakan keadilan dan ketertiban
3.       Untuk menciptakan kefaedahan dan manfaat
4.       Untuk mendapatkan kepastian hukum
5.       Untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan
Pengelompokan hukum
Secara garis besar hukum dapat dikelompokan menjadi 4 yaitu:
1.       Hukum tak tertulis (hukum adat)
Hukum ini merupakan hukum yang lahir dari masyarakan, walaupun tidak tertulis tetapi dalam praktiknya dilakukan di masing-masing daerah.
2.       Hukum tertulis
Hukum ini sudah merupakan modofikasi yang diadopsi dari hukum negara-negara asing, seperti: Belanda, Inggris, India, Arab, dan lain-lain yang pada akhirnya oleh pemeritah Indonesia diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang.
3.       Hukum Publik
Yaitu hukum yang mengatur hubungan antara kepentingan warga negara dengan pemerintah, misalnya adalah hukum pajak. Hukum publik terdiri atas: hukum pidana, hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum acara pidana, hukum acara perdata, hukum acara tata usaha negara, dan hukum perselisihan/intergentil. Perselisihakan hukum berbagi atas: Hukum internasional, hukum perdata internasional, dan hukum antar agama.
4.       Hukum Privat
Yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan antar warga negara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya hukum jual beli, sewa-menyewa, kontrak- mengontrak, perkawinan, dan lain-lain.
Pengelompokan hubungan hukum
Hubungan hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.       Hubungan pamrih (gameshaf)
Yaitu hubungan antara orang dengan orang lain, di mana orang yang satu memeandang orang lain sebagai alat untuk memperoleh keuntunga atau atas dasar untuk dan rugi. Misalnya hubungan antara penjual dan pembeli.
2.       Hubunga patambayan (geselshaf)
Yaitu hubungan antar seseorang dengan orang lain berdasarkan hubungan cinta kasih dan kisah sayang. Misalnya hubungan antara orang tua dengan anak, hubungan suami dan istri.