Wednesday 15 July 2015

ALAT DAN BUKTI AUDIT

Prinsip audit adalah pemeriksaan dengan bukti nyata. Kegiatan audit adalah membuktikan dapat dipercaya atau tidaknya informasi yang disajikan dalam laporan yang diaudit. Olehkarena itu, dalam pelaksanaan audit, auditor melakukan kegiatan pengumpulan bukti audit, yaitu hal yang dapat digunakan sebagai bukti untuk mendukung kesimpulan-kesimpulan yang akan diambil oleh auditor.

Bukti audit (audit evidence) mendukung laporan keuangan yang terdiri dari data akuntansi dan semua informasi penguat yang tersedia bagi auditor. Jurnal, buku besar dan buku pembantu, dan buku pedoman akuntansi yang berkaitan, serta catatan seperti lembaran kerja (work sheet) dan spread sheet yang mendukung alokasi biaya, perhitungan, dan rekonsiliasi keseluruhannya merupakan bukti yang mendukung laporan keuangan. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor independen; dalam hal ini bukti audit berbeda dengan bukti hukum (legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan perundang- undangan.

1.1. Jenis-jenis bukti Audit

Bukti audit dapat dikelompokkan ke dalam 9 jenis bukti. Berikut ini dikemukakan ke Sembilan jenis bulti tersebut (Tyastuty, 2013):

1) Struktur Pengendalian Intern
Struktur pengendalian intern dapat dipergunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat dipercayai data akuntansi. Kuat lemahnya struktur pengendalian intern merupakan indicator utama yang menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh karena itu, struktur pengendalian intern merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau tidaknya informasi keuangan dipercaya.

2) Bukti Fisik
Bukti fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan persediaan. Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aset berwujud. Pemeriksaan langsung auditor secara fisik terhadap aset merupakan cara yang paling obyektif dalam menentukan kualitas yang bersangkutan.
Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi penghitungan, dan observasi. Pada umumnya biaya memperoleh bukti fisik sangat tinggi. Bukti fisk berkaitan erat dengan keberadaan atau kejadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.

3) Catatan Akuntansi

Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk membuat laporan keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan obyek yang diperiksa dalam audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi merupakan obyek audit. Obyek audit adalah laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayanya catatan akuntansi tergantung kuat lemahnya struktur pengendalian intern.

4) Konfirmasi

Konfirmasi merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang sangat tinggi reliabilitasnya karena berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara langsung dan tertulis.
Konfirmasi sangat banyak menghabiskan waktu dan biaya. Ada tiga jenis konfirmasi, yaitu:
a) Konfirmasi positif 
b) Blank confirmation 
c) Konfirmasi negatif

Konfirmasi yang dilakukan auditor pada umumnya dilakukan pada pemeriksaan:
a) Kas di bank dikonfirmasikan ke bank klien
b) Piutang usaha dikonfirmasikan ke pelanggan
c) Persediaan yang disimpan di gudang umum. Persediaan ini dikonfirmasikan ke penjaga atau kepala gudang
d) Hutang lease dikonfirmasikan kepada lessor

5) Bukti Dokumenter

Bukti dokumenter merupakan bukti yang paling penting dalam audit. Menurur sumber dan tingkat kepercayaannya bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung
b) Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien
c) Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien
Bukti dokumenter kelompok a mempunyai kredibilitas yang lebih tinggi daripada kelompok b. Bukti dokumenter kelompok b mempunyai kredibilitas yang lebih tinggi daripada kelompok c. bukti dokumenter meliputi notulen rapat, faktur penjualan, rekening Koran bank (bank statement), dan bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti dokumenter tergantung sumber dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat dokumen itu sendiri.

Sifat dokumen mengacu tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan dokumen. Bukti dokumenter banyak digunakan secara luas dalam auditing. Bukti dokumenter dapat memberikan bukti yang dapat dipercaya (reliabel) untuk semua asersi.

6) Bukti Surat Pernyataan Tertulis
Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu yang bertanggung jawab dan berpengetahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian tertentu.

Bukti surat pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien maupun dari dari sumber eksternal termasuk bukti dari spesialis. Reprentation letter atau representasi tertulis yang dibuat manajemen merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat pernyataan konsultan hokum, ahli teknik yang berkaitan dengan kegiatan teknik operasional organisasi klien merupakan bukti yang berasal dari pihak ketiga. Bukti ini dapat menghasilkan bukti yang reliable untuk semua asersi.

7) Perhitungan Kembali sebagai Bukti Matematis

Bukti matematis diperoleh auditor melalui perhitungan kembali oleh auditor. Penghitungan yang dilakukan auditor merupakan bukti audit yang bersifat kuantitatif dan matematis. Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi klien. Perhitungan tersebut misalnya:

a) Footing untuk meneliti penjumlahan vertical
b) Cross-footing untuk meneliti penjumlahan horizontal
c) Perhitungan depresiasi Bukti matematis dapat diperoleh dari tugas rutin seperti penjumlahan total saldo, dan perhitungan kembali yang rumit seperti penghitungan kembali anuitas obligasi.

Bukti matematis menghasilkan bukti yang handal untuk asersi penilaian atau pengalokasian dengan biaya murah, walaupun memakan waktu yang cukup lama dan dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam proses perhitungan ulang.

8) Bukti Lisan
Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia, sehingga ia mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan lisan. Masalah yang ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang sudah lama tak tertagih. Jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan merupaka bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit. Bukti ini dapat menghasilkan bukti yang berkaitan dengan semua asersi.

9) Bukti Analitis dan Perbandingan
Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran atau standar prestasi, trend industry, dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan dan kewajaran hubungan antas pos-pos dalam laporan keuangan. Keandalan bukti analitis sangat tergantung pada relevansi data pembanding.
Bukti analitis berkaitan serta dengan asersi keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau pengalokasian. Bukti analitis meliputi perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan keuangan tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun sebelumnya. Perbandingan in dilakukan untuk meneliti adanya perubahan yang terjadi dan untuk menilai penyebabnya.

1.2. Temuan Audit

Temuan audit adalah himpunan data dan informasi yang dikumpulkan, diolah dan diuji selama melaksanakan tugas audit atas kegiatan instansi tertentu yang disajikan secara analitis menurut unsur-unsurnya yang dianggap bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Menurut Murwanto dkk (2007) selain untuk menguji kelayakan penyajian laporan keuangan auditan, dalam audit atas laporan keuangan, auditor juga disyaratkan untuk menguji efektifitas pengendalian intern, memeriksa kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap peraturan perundangan serta memeriksa kemungkinan terjadinya kecurangan dan ketidakpatutan.

Temuan audit yang berupa temuan atas pengendalian intern, temuan atas ketaatan terhadap peraturan per undangan dan temuan kecurangan dan ketidakpatutan selanjutnya harus disajikan menurut elemen temuan yang terdiri dari kriteria, kondisi, sebab dan akibat. Hal ini dimaksudkan untuk membantu manajemen atau lembaga pengawas auditan dalam memahami perlunya untuk melakukan tindakan perbaikan. Sebagai tambahan auditor juga harus memberikan rekomendasi untuk tindakan perbaikan. Merujuk pendapat Mur wanto dkk (2007) temuan audit dirinci sebagai berikut:

1) Temuan atas pengendalian Intern
Tujuan utama auditor dalam mempelajari pengendalian intern adalah untuk memperkirakan risiko pengendalian dalam menentukan lingkup pengujian substantif yang berhubungan. Selama memahami pengendalian intern dan memperkirakan risiko pengendalian, auditor bisa jadi menemukan kelemahan yang signifikan dalam kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang tidak diketahui oleh komite audit atau pihak lain yang memiliki kewenangan yang sama.

Hal-hal ini disebut juga keadaan-keadaan yang dapat dilaporkan (reportable conditions). Keadaan yang dapat dilaporkan didefinisikan sebagai hal-hal yang menjadi perhatian auditor yang menurut penilaiannya hal-hal tersebut harus dikomunikasikan kepada komite audit atau pihak lain yang memiliki kewenangan yang sama karena hal-hal ini menunjukkan kekurangan yang penting dalam perancangan dan pengoperasian pengendalian intern, di mana hal-hal ini dapat memberikan dampak negatif bagi kemampuan auditan dalam mencatat, mengolah, mengikhtisarkan dan melaporkan data keuangan secara konsisten dengan asersi- asersi manajemen dalam laporan keuangan.

Contoh-contoh dari keadaan yang dapat dilaporkan:

a) Tidak adanya pemisahan tugas yang memadai. (orang yang sama yang menyetor kas, mencatat penerimaan kas, atau orang yang sama yang menghitung persediaan dan memelihara catatan persediaan);
b) Tidak adanya otorisasi dan telaah yang memadai atas transaksi, pencatatan akuntansi, atau keluaran sistem. (Tidak ada orang yang mengotorisasi faktur pembelian sebelum dilakukan pembayaran);
c) Tidak cukupnya batasan-batasan untuk mengamankan aset; 
d) Bukti yang menunjukkan terjadinya kegagalan dalam mengamankan aset dari kerugian, kerusakan atau kehilangan;
e) Bukti yang menunjuk kan bahwa sistem gagal untuk menyediakan keluaran yang lengkap dan tepat sesuai dengan tujuan pengendalian auditan karena kesalahan pelaksanaan kegiatan pengendalian;
f ) Bukti adanya kesengajaan untuk melangkahi pengendalian intern oleh pihak-pihak yang karena kewenangannya memiliki kesempatan untuk melakukan hal terssebut. (Kepala kantor menandatangani cek yang disiapkan tanpa dokumen-dokumen pendukung dan otorisasi).
g) Bukti yang menunjukkan kelalaian untuk melakukan tugas yang merupakan bagian penting dalam pengendalian intern seperti tidak adanya rekonsiliasi, atau rekonsiliasi yang dibuat tidak pada waktunya.
h) Kelemahan dalam lingkungan pengendalian pada auditan seperti tidak adanya sikap yag positif dan mendukung efektifitas pengendalian intern dari manajemen auditan.
i) Kurang memadainya perancangan dan pelaksanaan pengendalian intern yang dapat menyebabkan pelanggaran p raturan perundangan, kecurangan dan KKN, atau ketidakpatutan yang memiliki dampak langsung dan material terhadap laporan keuangan atau tujuan audit; dan
j) Kelalaian untuk menindaklanjuti dan memperbaiki kekurangan yang teridentifikasi sebelumnya dalam pengendalian intern. Standar auditing mensyaratkan auditor untuk mengkomunikasikan keadaan yang dapat dilaporkan kepada komite audit sebagai bagian dalam setiap audit. Jika auditan tidak memiliki komite audit, laporan ini harus dikomunikasikan kepada orang-orang dalam auditan yang bertanggung jawab atas pengendalian intern. Auditor harus menyampaikan keadaan- keadaan yang dapat dilaporkan melalui pembicaraan sesegera mungkin setiap ditemukan. Pada akhir periode audit, auditor juga dapat membuat laporan tertulis mengenai kondisi-kondisi yang dapat dilaporkan tersebut.

2) Temuan atas kecurangan (fraud)


Kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting) dapat didefinisikan suatu perilaku yang disengaja, baik dengan tindakan atau penghapusan, yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias). Fraudulent financial reporting merupakan problem yang dapat terjadi di perusahaan mana saja dan kapan saja. Fraudulent financial reporting yang terjadi pada suatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari akuntan publik (auditor independen).

Menurut Ferdian & Na’im (2006), kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini :
  • Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan. 
  • Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan. 
  • Salah penerapan secara senngaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan. 
Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya kolusi antara lembaga pemerintah (oknum) dengan auditor. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu perlunya perputaran (rotasi) auditor dalam melakukan general audit suatu instansi pemerintah atau BUMN/BUMD.

Definisi kecurangan menurut Association of Certified Fraud Examiner (ACFE). ACFE, organisasi yang mendedikasikan kegiatannya pada pencegahan dan penanggulangan kecurangan di USA, mengkategorikan kecurangan menjadi tiga kelompok, yaitu

(a) kecurangan laporan keuangan, 
(b) penyalahgunaan aset dan
(c) korupsi.

The National Commission On Fraudulent Financial Reporting (The Treadway Commission) merekomendasikan 4 (empat) tindakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya fraudulent financial reporting, yaitu:

1) Membentuk lingkungan organisasi yang memberikan kontribusi terhadap integritas proses pelaporan keuangan(financial reporting).
2) Mengidentifikasi dan memahami faktor- faktor yang mengarah kefraudulent financial reporting.
3) Menilai resiko fraudulent financial reporting di dalam institusi perusahaan (dalam sektor publik: pemerintah/BUMN/ BUMD).
4) Mendisain dan mengimplementasikan internal control yang memadai untuk financial reporting.
3) Temuan atas Perbuatan Melanggar Hukum

Pelanggaran-pelanggaran atas peraturan perundang- undangan dapat memiliki dampak keuangan langsung pada saldo akun tertentu dalam laporan keuangan. Tanggung jawab auditor untuk pelanggaran hukum yang berdampak langsung ini sama dengan tanggung jawab untuk kekeliruan dan kecurangan (Murwanto dkk, 2007).

Oleh karena itu dalam setiap audit, auditor akan mengevaluasi apakah terdapat bukti yang mengindikasikan pelanggaran peraturan dan perundang-undangan yang material. Namun demikian, sebagian besar dari pelanggaran hukum tidak b erdampak langsung dalam lap oran keuangan. Dampak dari pelanggaran hukum ini mungkin hanya membutuhkan pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan.

Menurut Arens dan Loebbecke, ada 3 (tiga) tingkatan tanggung jawab auditor untuk menemukan dan melaporkan perbuatan melanggar hukum:

a) Pengumpulan bukti audit ketika tidak ada alasan untuk menduga bahwa perbuatan melanggar hukum yang memiliki dampak tidak langsung terjadi.

Banyak prosedur audit melaksanakan pemeriksaan untuk mencari kekeliruan dan kecurangan tetapi tidak mencakup perbuatan melanggar hukum. Contohnya, membaca notulen rapat dan menanyakan pengacara tentang kasus hukum. Auditor harus menanyakan juga kepada manajemen tentang kebijakan yang ditetapkan mereka untuk mencegah perbuatan melanggar hukum dan apakah pihak manajemen tahu tentang peraturan perundang-undangan yang telah dilanggar. Selain prosedur-prosedur ini auditor tidak perlu mencari perbuatan melanggar hukum yang berdampak tidak langsung kecuali ada alasan mendasar atau dugaan itu terjadi.

b) Pengumpulan bukti audit dan kegiatan-kegiatan lain ketika terdapat dugaan yang mendasar bahwa perbuatan melanggar hukum yang berdampak langsung atau tidak langsung terjadi.
Auditor mungkin menemukan kemungkinan perbuatan melawan hukum dilakukan dengan bermacam-macam cara. Ketika auditor yakin bahwa perbuatan melanggar hukum mungkin terjadi, maka perlu untuk melakukan beberapa tindakan. Pertama, auditor harus menanyakan manajemen dengan cara pada tingkat di mana mereka terlibat dalam perbuatan melanggar hukum yang potensial. Kedua, auditor harus berkonsultasi dengan ahli hukum tentang perbuatan melanggar hukum yang mungkin terjadi. Ketiga, auditor harus memerlukan untuk mengumpulkan bukti tambahan untuk menentukan apakah perbuatan melanggar hukum benar-benar terjadi.
Ketiga tindakan ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan informasi tentang apakah dugaan perbuatan melawan hukum ini benar-benar terjadi.

c) Tindakan ketika auditor mengetahui terjadinya perbuatan melanggar hukum

Tindakan pertama ketika perbuatan melanggar hukum teridentifikasi adalah mempertimbangkan dampaknya dalam laporan keuangan termasuk pengungkapan yang memadai. D ampak-dampak ini mung kin r umit dan sulit untuk dipecahkan. Jika auditor menyimpulkan bahwa pengungkapan perbuatan melanggar hukum ini tidak diungkapkan secara memadai maka auditor har us memo dif ikasi lap oran auditnya.

Auditor harus juga mempertimbangkan dampak perbuatan melanggar hukum ini pada hubungannya dengan manajemen. Jika manajemen tahu perbuatan melanggar hukum ini dan tidak menginformasikannya kepada auditor maka perlu dipertanyakan apakah manajemen dapat dipercaya pada pembicaraan yang lain.

Auditor harus mengkomunikasikan kepada komite audit atau pihak lain dalam otoritas yang sama untuk memastikan mereka mengetahui perbuatan melanggar hukum ini. Penyampaian ini dapat berbentuk pembicaraan atau laporan tertulis. Jika dalam bentuk pembicaraan, hal-hal yang disampaikan dan diskusinya harus didokumentasikan dalam file audit.

1.3. Penyajian Temuan

Dalam audit atas laporan keuangan, temuan audit harus disajikan menurut elemen-elemennya baik dalam laporan terpisah maupun menjadi satu dengan laporan audit yang berisi opini atas laporan keuangan. Seperti yang dijelaskan di atas, penyajian temuan berdasarkan elemen-elemennya menjadi penting untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya pengambilan tindakan perbaikan kepada manajemen dan lembaga pengawas auditan. Menurut Indra Bastian, sistematika penyajian temuan audit adalah seperti yang digambarkan dalam Gambar dibawah, dimana sejalan dengan GAS 2003 revision, bentuk temuan audit yang efektif terdiri dari 5 (lima) elemen yaitu:



1.4. Pengujian dalam Audit

Kegiatan pengumpulan dan penelaahan bukti audit sebagaimana dijelaskan di atas dilakukan dalam rangka melaksanakan pengujian audit (audit test) yang dilakukan pada tahap audit pendahuluan dan pelaksanaan pengujian (STAN, 2007). Ada tiga jenis pengujian yang dikenal dalam audit:

a) Pengujian Pengendalian yaitu pengujian pengendalian intern yang diterapkan oleh manajemen. Kegiatan ini dilakukan pada tahap audit pendahuluan.

b) Pengujian Substantif yaitu pengujian terhadap kebenaran substansi permasalahan yang dijumpai pada tahap audit pendahuluan. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada tahap audit lanjutan atau pelaksanaan pengujian.

c) Pengujian dengan tujuan ganda, yaitu satu jenis pengujian yang dimaksudkan sekaligus untuk menilai pengendalian intern dan substansi dari informasi yang disajikan dalam laporan yang diaudit.

d) Pengujian perhitungan dalam rangka menguji kebenaran angka- angka baik angka-angka pada dokumen pendukung maupun angka-angka yang disajikan dalam laporan. Pengujian perhitungan dilakukan dengan cara melakukan perhitungan ulang mengenai penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.

e) Reviu analitis yaitu teknik pemeriksaan dengan melakukan berbagai teknik analisis yang sesuai, seperti:
  • Analisis perbandingan antara data yang saling terkait, seperti tingkat kehadiran dengan potongan gaji dan atau tunjangan. 
  • Analisis kecenderungan (trend) seperti perkembangan pengeluaran bulan perbulan, dalam satu periode pemeriksaan. 
  • Analisis perbandingan antara kegiatan sejenis, misalnya belanja pengadaan barang tertentu dengan pengadaan barang yang sama di instansi/satuan kerja lain, dan sebagainya. 
f) Konfirmasi yaitu kegiatan untuk memperoleh pernyataan tertulis atas permasalahan tertentu dari pihak eksternal. Misalnya jumlah piutang yang masih belum diselesaikan, barang yang dititipkan kepada pihak ketiga. Kegiatan konfirmasi ini dilakukan oleh dan atau seizin auditi, tetapi hasilnya harus disampaikan langsung oleh pihak yang dikonfirmasi kepada auditor.

g) Wawancara yaitu metode pengumpulan bukti dengan melakukan wawancara dengan pihak yang perlu dimintai pernyataan. Hasilnya didokumentasikan oleh auditor dalam bentuk rekaman atau tulisan. Secara hukum, bukti ini dianggap lemah. Oleh karena itu perlu dipertegas dengan bukti tertulis.

Kegiatan pengumpulan dan penelaahan bukti audit sebagaimana dijelaskan di atas dilakukan dalam rangka melaksanakan pengujian audit (audit test) yang dilakukan pada tahap audit pendahuluan dan pelaksanaan pengujian. Ada tiga jenis pengujian yang dikenal dalam audit:
  • Pengujian Pengendalian yaitu pengujian pengendalian intern yang diterapkan oleh institusi. Kegiatan ini dilakukan pada tahap audit pendahuluan. 
  • Pengujian Substantif yaitu pengujian terhadap kebenaran substansi permasalahan yang dijumpai pada tahap audit pendahuluan. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada tahap audit lanjutan atau pelaksanaan pengujian. 
  • Pengujian dengan tujuan ganda, yaitu satu jenis pengujian yang dimaksudkan sekaligus untuk menilai pengendalian intern dan substansi dari informasi yang disajikan dalam laporan yang diaudit.

Sumber : Buku Audit Sektor Publik Anis Rachma Utary & Muhammad Ikbal

No comments:

Post a Comment