Saturday 19 September 2015

AUDIT PENGADAAN BARANG DAN JASA

Upaya untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, baik yang bersifat pelayanan dasar, rutin maupun berbagai tugas negara lainnya, pemerintah harus didukung dengan tersedianya barang-barang baik berupa perlengkapan, peralatan, kendaraan, bangunan, infrastruktur maupun jasa. Baran dan jasa pendukung tugas-tugas pemerintah ini harus dibeli atau diadakan.

Dalam pengadaan barang dan jasa, pemerintah selalu berpegang pada prinsip ekonomi, efisien, dan efektif. Pemerintah selalu berupaya menyempurnakan prosedur pelaksanaan pengadaan barang/jasa baik melalui penyempurnaan peraturan-peraturan maupun pengambilan kebijakan dan keputusan yang tepat (Murwanto, 2007).

Agar pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilaksanakan secara ekonomi, efisien dan efektif, perlu dilakukan pengawasan secara intensif. Selain itu, tuntutan kepada pemerintah untuk menerapkan good governance dalam menjalankan pemerintahan, telah membuat akuntabilitas pengadaan barang dan jasa harus dilaksanakan. Akuntabilitas pengadaan barang/jasa merupakan perwujudan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dalam mencapai tujuan pengadaan, yaitu sebagaimana terdapat dalam hakekat Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa, yang meliputi:
  1. Dalam jumlah yang cukup; 
  2. Dengan kualitas dan harga yang dapat dipertanggungjawabkan; 
  3. Dalam waktu dan tempat tertentu; 
  4. Secara efektif dan efisien; 
  5. Menurut ketentuan dan tata cara yang berlaku. 

1.1. Pemahaman Umum Pengadaan Barang dan Jasa

Pengadaan barang dan jasa ditujukan untuk memenuhi kebutuhan barangdan jasa bagi kelancaran jalannya pemerintahan dan pelayanan. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa tersebut, pemerintah harus mengalokasikan sebagian dana dalam Anggaran tahunan (ABPD/ABPN) baik yang murni maupun perubahan.

Jumlah dana yang disediakan untuk pengadaan barang/jasa oleh Pemerintah dalam APBN/D, BUMN/D, Yayasan dan Badan-Badan yang dikelola atau diadakan oleh Pemerintah, merupakan perkiraan maksimum dari hasil analisa atas rencana kebutuhan barang/jasa yang diajukan oleh satuan-satuan kerja dalam suatu organisasi pemerintah dikalikan dengan perkiraan harga suatu barang/jasa.

Oleh karena itu, penentuan besarnya dana untuk pengadaan barang/jasa merupakan hasil perhitungan atau perkalian antara jumlah barang/jasa dikali perkiraan harga satuan dari masing-masing barang/jasa. Karena terbatasnya anggaran yang tersedia dan waktu penyusunan anggaran serta banyaknya rencana yang perlu dibahas, maka penentuan dana untuk pengadaaan barang/jasa tersebut tidak lagi sepenuhnya didasarkan atas rencana kebutuhan akan barang/ jasa.

Hal ini sering dijumpai dalam DIPA di mana anggaran belanja untuk pengadaan barang/jasa tidak didukung oleh rencana kebutuhan atas barang/jasa. Dalam rangka kejelasan penggunaan anggaran tersebut, perlu disusun rencana kebutuhan barang/jasa. Rencana kebutuhan barang/jasa tersebut seharusnya memuat:
  • Jenis dan jumlah serta spesifikasi barang/jasa yang dibutuhkan. 
  • Kapan dan unit/satuan kerja mana yang membutuhkan. 
  • Di mana dan bagaimana barang/jasa tersebut diperoleh atau dikerjakan. 
  • Siapa yang ditugasi dan yang bertanggung jawab dalam pengadaan barang/jasa tersebut. 
  • Jumlah perkiraan biaya yang diperlukan untuk pengadaan barang/ jasa tersebut, dan dari mana sumber biayanya. 
Dengan mempertimbangkan dan memperhatikan jenis, sifat dan nilai barang/jasa, serta kondisi lokasi, kepentingan masyarakat dan jumlah penyedia barang/jasa yang ada, maka pengadaan barang/ jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai oleh APBN/D, dapat dilakukan dengan cara-cara dan metode sebagai berikut:

1) Pelelangan umum
Pelelangan umum adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Isi pengumuman memuat sekurangkurangnya :
  • nama dan alamat pengguna barang/jasa yang akan mengadakan pelelangan umum. 
  • uraian singkat mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan atau barang yang akan dibeli; 
  • perkiraan nilai pekerjaan; 
  • syarat-syarat peserta lelang umum; 
  • tempat, tanggal, hari, dan waktu untuk mengambil dokumen pengadaan. 
2) Pelelangan Terbatas
Bila calon penyedia barang/jasa diketahui terbatas jumlahnya karena karakteristik kompleksitas dan atau kecanggihan teknologi pekerjaannya dan atau kelangkaan tenaga ahli atau terbatasnya perusahaan yang mampu melaksanakan pekerjaan tersebut, pengadaan barang/jasa dilakukan melalui pelelangan terbatas.
Proses pelelangan terbatas pada prinsipnya sama dengan proses pelelangan umum kecuali dalam pengumuma n dicantumkan kriteria peserta dan nama-nama penyedia barang/ jasa yang akan diundang. Apabila setelah diumumkan ternyata ada penyedia barang/jasa yang tidak tercantum dalam pengumuman dan berminat serta memenuhi kualifikasi, maka wajib untuk diikutsertakan dalam pelelangan terbatas.

3) Pemilihan Langsung
Dalam hal metode pelelangan umum atau pelelangan terbatas dinilai tidak efisien dari segi biaya pelelangan, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan metode pemilihan langsung, yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawaran dari penyedia barang/ jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet.
Pemilihan langsung dapat dilaksanakan untuk hal-hal berikut ini:
  • Penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat dan p e ngadaan barang/jas a yang masih memungkinkan untuk mengunakan proses pemilihan langsung. 
  • Pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara yang ditetapkan oleh Presiden. 
  • Pengadaan barang/jasa yang setelah dilakukan pelelangan ulang ternyata jumlah penyedia barang/jasa yang lulus prakualifikasi atau yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta. 
  • Pengadaan Kendaraan, Pompa Air dan Generator Listrik, dalam rangka untuk menjaga kualitas maka pengadaan Pengadaan Kendaraan, Pompa Air dan Generator Listrik dapat dilakukan secara langsung, karena bisa saja mesin-mesin diadakan dengan kualitas rendah namun spesifikasi sama dengan yang kualitas baik. 
4) Penunjukan Langsung
Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Penunjukan langsung tersebut dilakukan oleh kepala kantor/ satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek/pejabat yang disamakan/ditunjuk.

5) Swakelola
Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri dengan menggunakan tenaga sendiri, alat sendiri atau upah borongan kerja. Tenaga ahli dari luar tidak boleh melebihi 50%(lima puluh persen) dari tenaga sendiri.
Swakelola dilihat dari pelaksana pekerjaan dibedakan menjadi beberapa klasifikasi:
  • Swakelola oleh pengguna barang/jasa adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi sendiri oleh pengguna barang/jasa dengan menggunakan tenaga sendiri, dan/ atau tenaga dari luar baik tenaga ahli maupun tenaga upah borongan; 
  • Swakelola oleh instansi pemerintah lain non swadana (universitas negeri, lembaga penelitian/ilmiah pemerintah, lembaga pelatihan) adalah pekerjaan yang perencanaan dan pengawasannya dilakukan oleh pengguna barang/jasa, sedangkan pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh instansi pemerintah yang bukan penanggung jawab anggaran; 
  • Swakelola oleh penerima hibah adalah pekerjaan yang perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya dilakukan oleh penerima hibah (kelompok masyarakat, LSM, komite sekolah/pendidikan, lembaga pendidikan swasta/lembaga penelitian/ilmiah non badan usaha dan lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah) dengan sasaran ditentukan oleh instansi pemberi hibah. 
Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola harus memiliki kriteria sebagai berikut:

  1. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis sumber daya manusia instansi pemerintah yang bersangkutan dan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok pengguna barang/jasa; dan/atau 
  2. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi masyarakat setempat; 
  3. pekerjaan tersebut dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh penyedia barang/jasa; dan/ atau 
  4. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa akan menanggung risiko yang besar; 
  5. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya, atau penyuluhan; 
  6. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa; 
  7. pekerjaan khusus yang bersifat pemrosesan data, perumusan kebijakan pemerintah, pengujian di laboratorium, pengembangan sistem tertentu dan penelitian oleh perguruan tinggi/lembaga ilmiah pemerintah; 
  8. pekerjaan yang bersifat rahasia bagi instansi pengguna barang/jasa yang bersangkutan. 

1.2. Pengembangan Rencana Audit

udit terhadap Pengadaan Barang dan Jasa harus terencana secara matang dan rinci karena dalam kasus ini banyak sekali celah terjadinya penyimpangan, baik penyimpangan prosedural, teknis, maupun non teknis yang sifatnya bisa memperkaya diri sendiri pelaku maupun memperkaya orang lain, berikut tahapan pengembangan rencana audit terhadap pengadaan barang dan jasa yang dikutip dari (http://pn-bandaaceh.go.id diakses 22 September 2013).

Tahapan Pengembangan Rencana Audit pengadaan barang dan jasa meliputi Pemeriksaan Dokumen Pengadaan dan Kriteria Evaluasi, pemeriksaan Keangka Acuan Kerja, Pemeriksaan penunjukkan Langsung, pemeriksaan Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), Pemeriksaan Dokumen Kontrak dan Pemeriksaan Pengadaan Barang dengan Swakelola.

1.2.1. Pemeriksaan Dokumen Pengadaan dan Kriteria Evaluasi

Tahap awal pemeriksaan pengadaan barang dan jasa adalah pemeriksaan terhadap dokumen pengadaan dan kriteria evaluasi. Untuk melakukan pemeriksaan proses pengadaan barang / jasa, sudah barang tentu terlebih dahulu pemeriksa mendapatkan Dokumen Pengadaan secara lengkap, yang antara lain terdiri dari:
  1. Surat Permintaan Penawaran Harga atau pengumuman untuk pelaksanaan pengadaan. 
  2. Rencana kerja dan syarat-syarat. 
  3. Prakualifikasi. 
  4. Berita Acara Penjelasan (Aanwijzing). 
  5. Kontrak. 
Selain butir 1 s.d. 5 diatas (dokumen kontrak) tersebut, pemeriksa mendapat kelonggaran untuk mendapatkan dokumen lainnya sesuai dengan Program Kerja Pemeriksaan (PKP), untuk itu langkah-langkah pemeriksaannya dapat dilanjutkan dengan strategi sebagai berikut:
  1. Dapatkan Dokumen Kriteria dan Tata Cara Evaluasi. Lakukan wawancara dan yakinkan dengan bukti pendukung (Berita Acara) bahwa Tata Cara Evaluasi tersebut telah dijelaskan kepada peserta lelang/penyedia barang/jasa pada waktu penjelasan (Aanwijzing). 
  2. Yakinkan bahwa HPS merupakan salah satu acuan untuk menilai kewajaran harga terhadap penawaran yang masuk. Oleh karena itu tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran. 
  3. Yakinkan apakah penetapan calon pemenang telah mengacu/ mereferensi penggunaan produksi dalam negeri. 
  4. Lakukan wawancara, apakah terdapat calon Pemberi Jasa yang tidak memenuhi syarat administrasi (gugur). Jika ya, dapatkan bukti pendukung berupa dokumen penawarannya dan bandingkan dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam dokumen pengadaan. 
  5. Yakinkan bahwa calon penyedia barang/jasa yang mendapat evaluasi teknis telah dinyatakan lulus evaluasi administrasi. Untuk itu dapatkan daftar calon pemberi barang/jasa dan bandingkan dengan daftar calon pemberi barang/jasa yang mendapat evaluasi teknis. 
  6. Lakukan Uji Petik terhadap calon penyedia barang/jasa, dengan cara membandingkan antara lulus/gugur dengan kriteria yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan. 
  7. Yakinkan, apakah evaluasi harga hanya untuk calon penyedia barang/jasa yang telah dinyatakan lulus administrasi dan teknis. Bandingkan dengan daftar calon pemberi barang/jasa yang lulus administrasi dan teknis. 
  8. Periksa, apakah Panitia/Pejabat Pengadaan membuat daftar urutan penawaran dari harga penawaran terendah. 
  9. Apakah usulan calon pemenang benar, berdasarkan urutan harga penawaran terendah? 
  10. Lakukan wawancara, apakah Panitia juga memberlakukan Sistem Nilai “Merit Point System” (salah satu sistem evaluasi penawaran dengan menilai aspek administrasi, teknis dan biaya secara rinci). 
  11. Apakah Panitia / Pejabat Pengadaan barang/jasa telah memperhitungkan keunggulan teknis setara dengan harga? Ingat kualitas/ mutu mempengaruhi harga. Yakinkan bahwa penawaran yang dinilai/evaluasi telah memenuhi syarat-syarat pada pembukaan penawaran. Untuk itu bandingkan antara kelulusan dengan syarat-syarat kelulusan pada tahap pembukaan penawaran berupa ketentuan-ketentuan dalam dokumen pengadaan. 
  12. Dapatkan tabel evaluasi dengan sistem nilai (Merit Point System).
  13. Yakinkan, bahwa perhitungan/pemberian nilai (SKORS) benar, juga apakah Panitia/Pejabat Pengadaan telah membuat urutan penawaran berdasarkan urutan penawaran yang memiliki nilai tinggi? 
  14. Apabila menggunakan Nilai Ambang Batas Lulus (Passing Grade), periksa apakah telah diatur dalam dokumen pengadaan ? 
  15. Lakukan wawancara apakah Panitia menet apkan Sistem Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis (Economic Life Cycle Cost/ ELCC). Yakinkan apakah ELCC yang ditetapkan sudah benar untuk mengevaluasi pengadaan barang / peralatan yang memperhitungkan faktor-faktor; umur ekonomis, harga, biaya operasi dan pemeliharaan, dalam jangka waktu tertentu. 
  16. Periksa, apakah evaluasi teknis dan harga dengan sistem Economic Life Cycle Cost, hanya digunakan khusus untuk mengevaluasi pengadaan barang yang kompleks dengan memperhitungkan perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan, serta nilai sisa selama umur ekonomis barang tersebut ? 
  17. Periksa, apakah evaluasi teknis dan harga hanya atas penawaran yang telah dinyatakan lulus persyaratan administrasi? 

1.2.2. Pemeriksaan Kerangka Acuan Kerja

Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau (Term of Refference) TOR sendiri adalah dokumen perencanaan kegiatan yang berisi penjelasan/keterangan mengenai apa, mengapa, siapa, kapan, di mana, bagaimana, dan berapa perkiraan biayanya suatu kegiatan. Dengan kata lain, Kerangka Acuan Kerja berisi uraian tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, masukan yang dibutuhkan, dan hasil yang diharapkan dari suatu kegiatan.

Berikut tahapan yang harus dilakukan seorang auditor dalam mengaudit Kerangka Acuan Kerja sebuah project pengadaan barang dan jasa:

1) Dapatkan KAK yang disusun oleh Perencana kegiatan.
2) Lakukan kajian (pelajari) apakah dalam KAK tersebut telah memuat Pokok-pokok Acuan Kerja sebagai berikut:
  • Penjelasan tujuan dan lingkup jasa konsultansi serta keahlian yang diperlukan. 
  • Acuan dan informasi bagi para konsultan yang diundang mengikuti pengadaan dalam rangka menyiapkan kelengkapan administrasi, usulan teknis, dan usulan biaya (Anggaran). 
  • Acuan dalam evaluasi usulan klarifikasi dan negosiasi dengan calon konsultan terpilih, pedoman/dasar pembuatan kontrak dan acuan evaluasi hasil kerja konsultan. 
3) Pelajari, apakah KAK tersebut memberikan gambaran/indikasi secara garis besar mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan, antara lain meliputi:
  • latar belakang, 
  • maksud dan tujuan, 
  • lokasi, 
  • asal sumber pendanaan, 
  • nama organisasi pengguna barang/jasa. 
4) Periksa, apakah KAK yang disusun/ditetapkan oleh Audite dalam pendahuluan telah memuat program kerja, meliputi:
  • latar belakang, 
  • maksud dan tujuan, 
  • lokasi, 
  • asal sumber pendanaan, 
  • nama organisasi pengguna barang/jasa. 
5) Periksa, apakah dalam KAK tersebut telah disajikan pula data penunjang berupa yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, antara lain dasar, standar teknis, studi-studi terdahulu yang pernah dilaksanakan dan peraturan perundangundangan sebagai referensi.

6) Yakinkan bahwa KAK telah mencakup :
  • tujuan yang ingin dihasilkan, 
  • keluaran yang ingin dihasilkan, 
  • keterkaitan antara suatu keluaran dengan keluaran lain, 
  • peralatan (perkakas) kerja yang disediakan oleh user, 
  • peralatan/perkakas yang disediakan oleh pengguna barang jasa. 
7) Pelajari lingkup kewenangan yang dilimpahkan kepada konsultan, perkiraan jangka waktu penyelesaian pekerjaan jasa konsultansi, kualifikasi dan jumlah tenaga ahli yang harus disediakan oleh konsultan dan yakinkan dengan bukti pendukungnya.

8) Apakah dalam KAK juga telah mengatur jenis dan jumlah laporan yang disyaratkan?. Yakinkan dengan bukti pendukung dan dapatkan arsip/ dokumen laporan sebagai pelaksanaannya.

9) Periksa, apakah untuk jasa studi analisa diberikan penekanan terhadap pengalaman perusahaan konsultan serta pendekatan metodologi?

10) Periksa, apakah untuk jasa Supervisi dan Perencanaan teknis penekanan lebih diberikan kepada kualifikasi tenaga ahli?

11) Periksa apakah perusahaan konsultan memenuhi syarat (cara pemeriksaan) terhadap masalah sebagai berikut:
  • Nama pekerjaan yang dilaksanakan. 
  • Lingkup dan data pekerjaan yang dilaksanakan. 
  • Lokasi, pemberi tugas. 
  • Nilai dan waktu pelaksanaan (bulan, tahun). 
12) Apakah jasa konsultan pemenang juga di dukung dengan referensi dari pengguna jasa yang menunjukkan kinerja konsultan yang bersangkutan selama 5 (lima) tahun terakhir?

13) Periksa kelengkapan data administrasi, antara lain:
  • Apakah Surat Penawaran mencantumkan masa berlaku- nya penawaran? 
  • Apakah dilengkapi dengan surat pernyataan yang ditandatangani diatas meterai yang menyatakan bersedia dimasukkan kedalam daftar hitam bilamana mengundurkan diri sebelum berakhirnya batas waktu penawaran. 
14) Dapatkan Berita Acara pembukaan data administrasi dan teknis. Apakah sekurang-kurangnya memuat:
  • Jumlah dokumen penawaran yang masuk. 
  • Jumlah dokumen yang sah dan tidak sah. 
  • Kelalaian/kekurangan yang terdapat dalam dokumen penawaran. 
  • Penjelasan keberatan/sanggahan dari konsultan peserta terhadap dokumen penawaran yang ada serta langkah penyelesaian oleh panitia. 
  • Keterangan lain yang dianggap perlu. f ) Tanggal pembuatan Berita Acara. 
  • Tanda tangan (legalisir) anggota Panitia dan 2 (dua) orang wakil konsultan peserta yang hadir. 
15) Pemeriksaan terhadap Evaluasi Penawaran Teknis. Periksa apakah penilaian yang dilakukan atas unsur-unsur:
  • Pengalaman Perusahaan Konsultan bobot 10 – 30% 
  • Pendekatan dan Metodologi bobot 20 – 40% 
  • Kualifikasi Tenaga Ahli bobot 50 – 70% 
16) Pemeriksaan terhadap Penawaran Teknis:
  • Dapatkan Berita Acara Evaluasi Penawaran Teknis: Apakah telah dilegalisir oleh panitia? 
  • Apakah telah di laporkan kepada pengguna jasa/ manajer/ pemimpin unit organisasi? 
  • Kapan Berita Acara Evaluasi Penawaran Teknis tersebut dilaporkan (tenggang waktu antara Berita Acara Evaluasi Penawaran Teknis dan waktu/tanggal laporan terlalu lama (>10 hari). 
  • Atas dasar keputusan pengguna jasa/manajer/ pemimpin unit, apakah panitia segera mengumumkan urutan peringkat konsultan (sebagai pemenang lelang)? 
17) Lakukan wawancara, Apakah terdapat/terjadi sanggahan? Apakah waktu sanggah di berikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman urutan konsultan (pemenang Lelang).

18) Dapatkan/yakinkan konsultan peserta yang mempunyai nilai teknis terbaik (peringkat tertinggi), yang diundang untuk pembukaan sampul II (penawaran biaya).
  • Lanjutkan dengan wawancara, hasil klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya. 
  • Yakinkan dengan bukti pendukung berupa Berita Acara Klarifikasi dan Negosiasi, daftar hadir atau catatan lainnya sebagai uji silang. 
  • Yakinkan bahwa klarifikasi teknis telah mencakup aspek-aspek : 
    • (1) Lingkup dan sasaran jasa Konsultansi. 
    • (2) Cara penanganan pekerjaan dan rencana kerja. (3) Kualifikasi tenaga ahli. 
    • (4) Organisasi pelaksanaan. 
    • (5) Program alih pengetahuan. 
    • (6) Jadwal pelaksanaan pekerjaan. 
    • (7) Jadwal penugasan personil. 

19) Fasilitas penunjang.

20) “Pemeri ksaan Hasi l Negosiasi”. Periksa hasil negosiasi mengenai:
  • Apakah jenis pengeluaran biaya (anggaran) sudah sesuai dengan rencana kerja? 
  • Apakah jenis pengeluaran (anggaran) sudah sesuai dengan volume kegiatan? 
  • Bandingkan harga saruan (tarif ) dengan harga di pasar atau referensi harga lainnya (jasa borong, tarif PEMDA, PU, angkutan, tarif Kementerian Perhubungan, material: semen, tarif Kementerian Perdagangan dan Industri, dan lain-lain) 
21) Yakinkan bahwa negosiasi unit biaya personil atas dasar daftar gaji yang telah diaudit, dan bukti setor pajak penghasilan tenaga ahli konsultan yang bersangkutan. Periksa apakah biaya satuan dan biaya langsung personil maksimum 3,2 kali gaji dasar tenaga ahli tetap dan maximum 1,5 kali penghasilan yang diterima tenaga ahli tidak tetap.

22) Dapatkan laporan hasil klarifikasi dan negosiasi dari panitia kepada pengguna barang/jasa (konsultan). Periksa usulan pemenang, apakah sesuai dengan hasil klarifikasi dan negosiasi?

23) Dapatkan penetapan pemenang dan pelajari, apakah penetapan pemenang sesuai dengan usulan panitia dan telah dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang/pengguna barang/ jasa?

24) Lakukan wawancara dan pelajari:
  • Apakah panitia s egera menyampaikan p engumuman pemenang secara tertulis? 
  • Apakah dalam pengumuman tersebut telah mencantumkan masa sanggah, mencantumkan alamat untuk menyampaikan sanggahan? 

1.2.3. Pemeriksaan Penunjukkan Langsung

Metode evaluasi terhadap penunjukkan langsung, untuk mengevaluasi atau menilai kewajaran kualitas teknis dan harga atas proses pengadaan barang/jasa dan jasa lainnya termasuk konsultansi. Tahapan pemeriksaannya sama dengan pemeriksaan terhadap metode pengadaan yang lainnya, diawali dari:
  1. Lakukan wawancara dan bukti pendukungnya bahwa untuk penunjukkan langsung hanya diundang satu calon penyedia jas a konsult an at au Surat Per mint aan Penawaran Harga hanya disampaikan kepada satu alamat/calon penyedia jasa konsultansi. 
  2. Dapatkan Berita Acara Penilaian (Evaluasi), yakinkan sekali lagi bahwa yang dievaluasi hanya satu penawar. 
  3. Yakinkan bahwa penilaian teknis dan harga dilakukan secara bersamaan (sekaligus). 
  4. Dapatkan B erita Acara atau catatan yang disyahkan oleh Panitia/Pejabat pengadaan atas pelaksanaan penilaian “Kualitas Penawaran Teknis”. 
  5. Dapatkan Berita Acara atau catatan klarifikasi dan negosiasi yang telah dilegalisir (disyahkan) oleh Panitia/Pejabat Pengadaan. 
  6. Periksa, apakah dalam proses penilaian tersebut dilakukan kesesuaian penawaran teknis dan penawaran harga? 
  7. Periksa, apakah dilakukan klarifikasi dan negosiasi penawaran harga meliputi biaya langsung personil dan biaya langsung non personil. Lakukan pendalaman, apakah klarifikasi dan negosiasi termasuk komposisi biaya langsung personil dan biaya langsung non personil? 

1.2.4. Pemeriksaan Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

Untuk pemeriksaan penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS) dengan referensi data dasar yang tidak jauh beda dengan yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, namun pemeriksa dituntut lebih hati-hati dan telaten. Artinya ditapis, diurut kembali sehingga pemeriksaannya diawali dari tahapan berikut:
  1. Apakah Audite telah menetapkan Harga Satuan Standar (HSS) atau Harga Patokan Standar (HPS)? Dan apakah masih up to date? Disyahkan oleh Pejabat yang berwenang? 
  2. Apakah Panitia/Pejabat pengadaan barang/jasa melakukan analisis harga satuan pekerjaan yang bersangkutan? 
  3. Periksa, apakah HPS juga mempertimbangkan perkiraan perhitungan biaya oleh konsultan yang dalam hal ini Engineers Estimate (EE)? Yakinkan dengan bukti pendukungnya (perhitungan biaya dari EE) 
  4. Dapatkan harga pasar dan bandingkan dengan HPS. Apakah dapat diyakini bahwa HPS disusun telah mempertimbangkan/ referensi harga pasar? 
  5. Periksa, apakah referensi penyusunan HPS juga dilengkapi: a) Harga Kontrak/SPK yang lalu? b) Harga Satuan dan Badan Pusat Statistik (BPS)? c) Harga/tarif yang dikeluarkan oleh pabrikan/agen tunggal atau lembaga independen? d) Daftar/tarif harga dari instansi berwenang? Misal : Upah Minimum Regional (UMR) dan PEMDA. 
  6. Periksa, dan yakinkan apakah HPS telah memperhitungkan: > Pajak Pertambahan Nilai (PPN) x Biaya Umum dan Keuntungan (Overhead Cost and Profit). 
  7. Periksa, apakah dalam HPS tidak dimasukkan unsur biaya tidak terduga dan Pajak Penghasilan (PPh) ? 
HPS atas p eker jaan jasa konsultansi dib edakan dengan pengadaan barang/jasa lainnya. Pemeriksaan dapat diawali dari:

1) Dapatkan dokumen yang dijadikan acuan untuk menyusun HPS pekerjaan jasa konsultansi tersebut. Periksa, apakah HPS untuk jasa konsultan tersebut meliputi unsur Biaya Personil (Remuneration) dan Biaya Langsung Non Personil (Direct Reimbursable Cost)? Periksa, unsur biaya apa saja yang dimasukkan selain: a) Biaya sewa kantor. b) Biaya perjalanan. c) Biaya pengiriman dokumen. d) Biaya pengurusan surat ijin. e) Biaya komunikasi. f ) Biaya tunjangan pemerintah. 

2) Lakukan perhitungan, apakah biaya langsung non personil tidak melebihi 40% (empat puluh persen) dari total biaya? (terkecuali pekerjaan: pemetaan udara, sur vei lapangan, pengukuran, penyelidikan tanah).

3) Periksa, apakah terjadi perbedaan antara hasil: a) Evaluasi penawaran. b) Negosiasi dengan calon konsultan terpilih, c) Klarifikasi dengan KAK dan HPS? Jika “Ya”, apakah selisih tersebut tidak mengubah sasaran, tujuan dan keluaran (Output) serta tidak melewati “PAGU ANGGARAN”?

1.2.5. Pemeriksaan Dokumen Kontrak

Dokumen kontrak atau perjanjian merupakan kelanjutan dari proses pengadaan penyedia barang/jasa borong dan lainnya. Kontrak atau perjanjian merupakan bagian dari bentuk perikatan dari pihak- pihak dengan sadar mengikatkan diri untuk rnelaksanakan suatu pekerjaan. Bentuk perikatan, meliputi:
  • Kontrak, 
  • Perjanjian, 
  • Surat Perintah Kerja dan 
  • Surat Pesanan. 
Kontrak ataupun bentuk lain pada prinsipnya berfungsi “PESANAN” (ordering), yang mempunyai kekuatan atau aspek hukum dan berlaku bagi pihak-pihak yang terkait, yang mengikatkan diri pada suatu pesanan (ordering). Oleh karena itu bagi Pemeriksa, dalam melakukan pemeriksaan wajib mendalami dan mengkaji kedalaman pasal-pasal dalam Kontrak/Perjanjian.

Sedangkan pemeriksaannya dapat ditapis habis dari awal judul, nomor dan tanggal kontrak sampai dengan paling akhir para penandatangan Kontrak/Perjanjian, sebagai berikut:

1) Dapatkan dokumen Kontrak/Surat Perjanjian atau bentuk lain (Surat Pesanan). Periksa apakah telah dilengkapi dengan: a. Pembukaan. b. Judul kontrak c. Jenis pekerjaan d. Nomor, tanggal kontrak e. Perubahan nomor kontrak (Jika untuk perubahan: kontrak Adendum/ Amandemen).

2) Periksa, apakah para pihak yang menandatangani kontrak pada halaman pertama dan terakhir yang bermaterai sama: (Dengan teknologi komputer sering belum diedit/belum disesuaikan sehingga namanya berbeda antara halaman pertama dan halaman terakhir)

3) Periksa, apakah telah dicantumkan pernyataan “Sepakat” dan “Setuju” mengadakan kontrak atas obyek yang dikontrakkan? Periksa, apakah dokumen kontrak telah lengkap? yang terdiri dari:
a) Surat penunjukkan. b) Surat penawaran. c) Spesifikasi umum. d) Spesifikasi khusus. e) Gambar-gambar. f ) Agenda dalam proses pemilihan. g) Daftar quantitas dan harga (kontrak harga satuan). h) Dokumen penawaran lainnya. i) Jaminan pelaksanaan. j) Jaminan uang muka.

Untuk kontrak jasa konsultansi, terdiri dari:
  • Surat penunjukkan. 
  • Kerangka acuan kerja. 
  • Hasil negosiasi. 
  • Dokumen penawaran. 
  • Agenda proses pemilihan.
  • Jaminan uang muka. 
  • Untuk kontrak barang/jasa lainnya terdiri dari: (1) Surat penunjukkan (2) Dokumen penawaran (3) Spesifikasi umum (4) Spesifikasi khusus (5) Gambar-gambar (6) Agenda proses pemilihan (7) Daftar kuantitas/volume dan harga tarif (8) Jaminan pelaksanaan 
4) Periksa, apakah dicantumkan klausal bahwa para pihak telah menyetujui harga kontrak? Apakah juga di cantumkan sumber pendanaannya?

5) Periksa, apakah dicantumkan klausal (pasal) yang menyatakan bahwa kontrak tersebut terdiri dan beberapa dokumen yang merupakan satu kesatuan kontrak?

6) Periksa, apakah dicantumkan klausal (pasal) yang menyatakan apabila terjadi pertentangan antara ketentuan yang tercantum dalam kontrak, maka yang dipakai adalah dokumen urutannya lebih dulu.

7) Periksa, apakah telah dicantumkan klausal kontrak yang mengatur persetujuan para pihak untuk melaksanakan kewajiban masing- masing, antara lain pihak pertama membayar harga/prestasi kontrak, dan pihak kedua melaksanakan pekerjaan?

8) Periksa, apakah telah dicantumkan pernyataan mengenai: jangka waktu pelaksanaan pekerjaan, kapan dimulai dan kapan berakhirnya pekerjaan? Serta dicantumkan kapan pekerjaan mulai efektif dilaksanakan?

9) Periksa, apakah istilah-istilah dalam kontrak telah diuraikan, dijelaskan, ditafsirkan untuk mudah dipahami?

10) “Pemeriksaan syarat-syarat umum kontrak” Periksa, apakah syarat umum dalam kontrak dapat dijabarkan/ diterapkan secara luas tanpa melanggar ketentuan dalarn kontrak? Dalam hal pengadaan barang/material. Periksa. apakah juga mencantumkan pasal (klausal) asal barang diperoleh? Apakah dirinci ke dalam pasal-pasal (ayat) dalam kontrak mengenai komponen dalam negeri dan komponen impor? Lakukan cek silang dengan syarat- syarat khusus pada dokumen kontrak.

11) Dapatkan ijin tertulis dari pengguna barang/jasa kepada penyedia barang/jasa, mengenai penggunaan dokumen kontrak dan informasi atau dokumen lain yang berhubungan dengan kontrak, antara lain: Ketentuan dalam kontrak Spesifikasi teknik Gambar- gambar, Pola Informasi lain yang berhubungan dengan kontrak

12) Periksa, apakah dalam kontrak telah mencantumkan pasalpasal mengenai: Hak paten, Hak cipta dan Merk Untuk melindungi pengguna barang/jasa dari segala tuntutan atau klaim dari pihak ketiga?

13) Periksa, apakah dalam kontrak telah diatur klausal/pasal mengenai jaminan uang muka? Apakah besamya jaminan uang muka 100% dari besarnya/jumlah uang muka yang dibayarkan.

14) Periksa, apakah sebelum penandatanganan kontrak telah didahului dengan penyerahan “JAMINAN PELAKSANAAN“? Bandingkan antara tanggal kontrak dengan tanggal jaminan pelaksanaan. Bandingkan “nominal” jaminan pelaksanaan dengan nilai ditentukan.

15) Pelajari, jika jaminan pelaksanaan lebih kecil 80% x HPS, apakah telah dinaikkan menjadi sekurang-kurangnya “Prosentase yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan” dikalikan 80% dari HPS. Atau, nilai nominal (Y) dalam dokumen pengadaan x 80% dari HPS. (Y x 80% HPS)

16) Periksa, apakah telah diatur dalam klausal kontrak mengenai besarnya jaminan pemeliharaan? Apakah jaminan pemeliharaan hanya dapat dibayarkan setelah pekerjaan dinyatakan selesai 100%? Bandingkan dengan Berita Acara Progres Fisik atas pekerjaan selesai (masa pemeliharaan).

17) Periksa, apakah telah dicantumkan klausal kontrak yang mengatur asuransi? Periksa, apakah yang diasuransikan meliputi: a) Barang/peralatan kerja/alat berat b) Pelaksanaan pekerjaan c) Kecelakaan kerja d) Kerusakan e) Kehilangan

f ) Resiko lainnya yang tidak terduga Periksa, apakah yang diasuransikan sudah termasuk pihak ketiga sebagai akibat kecelakaan ditempat kerja? Bandingkan, nilai nominal asuransi dalam kontrak dengan nilai nominal asuransi dalam dokumen pengadaan (RKS)

18) Periksa, pasal-pasal yang mengatur ter min pembayaran. Bandingkan antara pasal-pasal dalam kontrak dengan pasal- pasal dalam dokumen anggaran. Apakah harga kontrak juga mencantumkan sumber penda- naannya?

19) Lakukan wawancara, apakah terjadi amandemen kontrak? Jika “Ya”, periksa penyebab terjadinya kontrak, apakah: a) Perubahan jadwal pelaksanaan akibat perubahan pekerjaan b) Perubahan harga kontrak akibat perubahan pekerjaan.

20) L akukan wawancara, apakah pengguna barang/jasa telah menunjuk wakilnya untuk pengawas pekerjaan?

21) Periksa, apakah dalam kontrak telah mengatur klausal/pasal mengenai lap oran at as kemajuan p eker jaan yang dibuat penyedia barang/jasa? Periksa, apakah laporan-laporan tersebut secara periodik, dan telah dipenuhi/dilaksanakan? Apakah penyampaian laporan-laporan (utamanya progres fisik tersebut tidak terlambat)?

22) Lakukan pemeriksaan dilapangan apakah penyedia barang/ jasa telah melakukan tindakan/langkah-langkah yang memadai untuk melindungi lingkungan, membatasi perusakan lingkungan dan gangguan kepada masyarakat umum?

23) Periksa, apakah dalam kontrak telah mencantumkan pasal mengenai Force Majeur atau bencana alam? Periksa, yang dikelompokkan kedalam Force Majeur apakah termasuk: a) Kerusuhan b) Peperangan c) Revolusi d) Bencana alam; banjir, gempa bumi, badai, gunung meletus, tanah longsor, wabah penyakit, angin topan e) Pemogokan kerja f ) Kebakaran g) Gangguan industri lain

24) Periksa, apakah dalam kontrak telah dicantumkan pasal-pasal yang mengatur “Menanggung kerugian” akibat kejadian Kahar? “Penyedia barang/jasa Usaha Kecil / Koperasi Kecil”

25) Apabila penyedia barang/jasa usaha kecil/koperasi kecil maka dalam kontrak wajib dicantumkan pasal “Pekerjaan tersebut harus dilaksanakan sendiri” oleh penyedia barang/jasa yang ditunjuk dan dilarang disubkontrakkan.

26) Apabila penyedia barang/jasa yang terpilih bukan usaha kecil/ koperasi kecil, apakah dalam kontrak telah diatur klausal “Wajib bekerjasama” dengan penyedia barang/jasa usaha kecil termasuk
koperasi kecil atau mensubkontrakkan. Periksa, apakah pekerjaan yang disubkontrakkan hanya sebagian (tidak seluruh pekerjaan) dari paket kontrak?

27) Dalam hal pengadaan barang/material, apakah telah dicantumkan pasal yang mengatur standar? Bandingkan antara standar dalam kontrak dan standar yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis.

28) Dalam hal pengadaan barang/material, periksa apakah dalam kontrak telah dicantumkan pasal-pasal yang mengatur: a) Pengiriman, toko gudang. b) Waktu, tanggal penyerahan. c) Transportasi angkutan yang di pilih.

29) Apakah dalam kontrak telah diatur pula harga/biaya angkut dimasukkan menjadi satu dengan harga kontrak?

30) Apakah dalam kontrak telah diatur Pemeriksaan dan Pengujian barang/material? Apakah pemeriksaan dilakukan oleh pengguna barang/jasa atau pihak ketiga? Apakah telah diatur dalam kontrak bahwa waktu/hari/tanggal pemeriksaan/pengujian tidak harus sama dengan hari/tanggal penyerahan material? Apakah telah dipahami oleh semua pihak bahwa fungsi pemeriksaan/pengujian sama dengan fungsi SARINGAN/ FILTER? dan beda dengan fungsi tahap penyerahan?

31) Periksa, apakah penyedia barang/material juga memberikan “LAYANAN TAMBAHAN” seperti/semacam “PURNA JUAL”? Bandingkan klausal kontrak tersebut dengan syaratsyarat khusus kontrak.

32) “Ketentuan khusus kontrak jasa konsultansi” Periksa, apakah penyedia Jasa Konsultansi suatu JOINT VENTURED Jika “Ya”, apakah penyedia jasa, anggota Joint Venture tersebut memberi kuasa kepada salah satu anggota Joint Venture untuk bertindak dan mewakili hak-hak dan kewajiban anggota penyedia jasa lainnya terhadap pengguna jasa?

33) Dapatkan standar pelaksanaan tugas konsultansi, Apakah penyedia jasa konsultansi melaksanakan pekerjaan/tugas sesuai dengan standar pelaksanaan? Apakah penyedia jasa konsultan melaksanakan pekerjaannya memberikan indikasi adanya: a) Teknis b) Efisien c) Memenuhi kriteria tehnik d) Melindungi peralatan kerja dan material

34) Periksa, apakah dicantumkan pasal-pasal bahwa penyedia jasa konsultansi tidak bertentangan dengan kegiatan tertentu?

35) Apakah penyedia jasa konsultansi setuju, bahwa “Selama pelaksanaan kontrak” penyedia jasa dinyatakan tidak berwenang untuk melaksanakan jasa maupun mengadakan barang yang tidak sesuai dengan kontrak?

36) Periksa, apakah penyedia jasa, sub konsultan, dan personil konsultan dilarang untuk tidak menentang secara langsung atau tidak langsung kegiatan yang akan menimbulkan pertentangan kepentingan (Conflict interest) dengan kegiatan/tugas penyedia jasa?

37) Periksa apakah biaya-biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian telah di rinci?

38) Apakah diatur suatu pasal bahwa, setelah kontrak berakhir penyedia jasa harus menyerahkan peralatan dan bahan lain sesuai dengan instruksi pengguna barang/jasa?

39) Periksa, apakah dicantumkan pasal-pasal yang menyatakan personil tidak mengidap penyakit berbahaya/menular?

40) Periksa, apakah dalam dokumen kontrak telah dicantumkan pasal-pasal yang mengatur waktu kerja dan lembur?

41) Periksa, apakah dalam kontrak telah dicantumkan pasal-pasal yang mengatur penggantian dan perpindahan tenaga kerja?
  •  Bandingkan antara daftar personil (ahli) dengan daftar mutasi/ promosi personil konsultan. 
  • Periksa juga, apakah promosi/mutasi personil dari konsultan tersebut telah mendapat persetujuan dari pengguna jasa? 
42) “Ketentuan khusus untuk kontrak jasa pemborongan “ Periksa, apakah dalam kontrak jasa borong telah diatur pasal- pasal mengenai personil sebagai berikut:
  • Apakah telah diatur pasal-pasal, bahwa pengguna jasa dapat menyetujui/menilai setiap penempatan/penggantian personil atau tenaga ahli menurut kualifikasi yang dibutuhkan? 
  • Apakah telah dicantumkan pasal-pasal mengenai penilaian pekerjaan sementara oleh pengguna jasa?. Dapatkan hasil penilaian tersebut dan bandingkan dengan kemajuan fisik (Progres Fisik) 
43) Periksa, apakah dalam kontrak telah dicantumkan pasal-pasal mengenai “PENEMUAN”?. Jika “Ya”, lakukan wawancara, apakah selama pekerjaan berlangsung pernah terjadi adanya penemuan barang purbakala/kerajaan yang dilindungi oleh Undang- Undang?

44) “Kompensasi” Periksa apakah telah dicantumkan pasal-pasal mengenai kompensasi? Meliputi aspek sebagai berikut:
  • Jika pengguna jasa memodifikasi atau mengubah jadwal yang dapat mempengaruhi pekerjaan penyedia jasa. 
  • Keterlambatan pembayaran kepada penyedia jasa, oleh karena itu bandingkan antara jadwal pembayaran dalam kontrak dan proses penagihan sampai dengan pembayaran, apakah terdapat keterlambatan atau tidak? 
  • Pihak pengguna jasa tidak memberikan gambar-gambar, sp esif ikasi atau instr uksi, s esuai dengan jadwal yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pekerjaan. 
  • Pihak penyedia jasa belum dapat masuk ke lokasi pekerjaan sebagaimana yang diperjanjikan dalam kontrak. 
  • Pihak pengguna jasa meminta kepada pihak penyedia jasa untuk melakukan pengujian tambahan yang setelah dilaksanakan pengujian ternyata tidak diketemukan kerusakan/ kegagalan/ penyimpangan. 
  • Bandingkan kompensasi tersebut dengan kompensasi yang diatur dalam syarat khusus kontrak. 
45) Periksa, (a) Apakah dalam kontrak dicantumkan pula pasal-pasal mengenai penangguhan jika penyedia jasa tidak melakukan kewajiban sebagaimana mestinya? (b) Apakah pihak penyedia jasa masih mendapat kesempatan untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu tertentu?

46) Periksa, apakah dalam kontrak telah dicantumkan pasal-pasal mengenai profil konsultan dan subkonsultan? a) Periksa, apakah ada pasal yang mencantumkan kualifikasi dan pengalamannya? b) Periksa, apakah personil inti telah mencantumkan hal-hal/ aspek sebagai berikut: (1) Nama personil (2) Uraian pekerjaan/personil (3) Kualifikasi minimum/personil (4) Perkiraan waktu pelaksanaan

47) Periksa, apakah ada pemberitahuan tertulis dari penyedia jasa konsultan kepada pengguna jasa, mengenai penyesuaian perkiraan waktu pekerjaan personil? Periksa, Apakah pekerjaan tambah ditindak lanjuti perkiraan waktu secara tertulis oleh para pihak?

48) Periksa, apakah dalam kontrak di atur pasal-pasal mengenai tenaga kerja inti dan subkonsultan yang telah disetujui pengguna jasa?

49) Lakukan wawancara:
  • Apakah terjadi penangguhan pembayaran atas pelak- sanaan suatu pekerjaan (Progres fisik)? Jika “Ya”, dapatkan bukti pendukung penyebab terjadinya penangguhan pembayaran. 
  • Apakah penyedia jasa masih diberi kesempatan untuk memperbaiki dalam jangka waktu tertentu? 
50) Dapatkan dokumen/daftar pembayaran gaji kepada para pekerja.
  • Periksa, apakah daftar pembayaran gaji tersebut telah disyahkan/ditanda tangani oleh masing-masing pekerja? 
  • Apakah daftar upah tersebut dilampiri jam kerja dan jadwal/ waktu cuti karyawan? 
  • “Pengambil-alihan” Periksa, apakah pengambil-alihan lokasi (pekerjaan) dan hasil pekerjaan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah pekerjaan dinyatakan selesai? Lengkapi dengan bukti pendukung. 
  • “Pedoman pengoperasian dan perawatan” Dalam hal pengoperasian/pengusahaan atas aset hasil dari pekerjaan pemborongan jasa, periksa apakah telah dilengkapi dengan “Petunjuk Pengoperasian dan Perawatan”? Bandingkan dengan pasal-pasal dalam kontrak yang bersangkutan, jika penyedia jasa tidak melaksanakan/memberikan “Petunjuk Pengoperasian dan Perawatan”, periksa apakah penyedia jasa telah dikenakan sanksi? Bandingkan dengan pasal-pasal dalam kontrak. 
  • “Penyesuaian biaya “ Periksa, apakah terjadi penyesuaian harga atas suatu kontrak? Jika, “Ya”, periksa apakah perhitungan penyesuaian biaya telah disesuaikan dengan peraturan yang berlaku, termasuk mata uang yang dipakai untuk penyesuaian biaya. 

1.2.6. Pemeriksaan Pengadaan Barang dengan Swakelola.

Secara sederhana, pekerjaan swakelola dapat diartikan suatu pekerjaan yang dikerjakan sendiri, dalam arti tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya oleh tenaga (SDM) dari Institusi yang bersangkutan. Sedangkan, kalau memang sifat pekerjaan membutuhkan “Tenaga” atau SDM dari luar, quantitasnya tidak boleh melebihi 50% dari tenaga kerja itu sendiri.

Pemeriksaan pada tahap awal diarahkan pada pemilihan swakelola, apakah kalau memenuhi klasifikasi (pengelompokkan) berikut ciri-ciri yang membedakan sebagai berikut:

1) Periksa perencanaan awal Swakelola, meliputi:
  • Apakah pekerjaan swakelola direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh Institusi internal? 
  • Apakah dalam pelaksanaan pekerjaan masih juga merekrut (menerima) tenaga dari luar Institusi Tenaga Ahli maupun Borongan? 
2) Apakah pekerjaan swakelola tersebut oleh instansi pemerintah lain non swadana (Universitas Negeri, Lembaga Peneliti/Ilmiah Pemerintah, Lembaga Pelatihan) instansi pemerintah yang bukan penanggungjawab anggaran?

3) Pekerjaan Hibah. Swakelola oleh penerima hibah, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan oleh penerima hibah. Misal, kelompok masyarakat, LSM, Komite Sekolah/Pendidikan Swasta/Lembaga Penelitian/ Ilmiah non Badan Usaha dan Lembaga lain yang ditetapkan oleh pemerintah dengan sasaran ditentukan oleh pemerintah. Bandingkan antara macam/jenis pekerjaan swakelola tersebut dengan Ketet apan Pemer int ah (PERPRES/PP/Peraturan Menteri).

4) “Pelaksanaan Swakelola“ Dapatkan Surat Keputusan yang mengatur Penetapan Panitia untuk pelaksanaan pekerjaan swakelola tersebut. Periksa, struktur organisasi, tugas, fungsi, pembagian wewenang, apakah susunan kepanitiaan untuk pekerjaan swakelola tersebut telah terpenuhi aspek pengawasan melekat (Internal Control).

5) Periksa, untuk pembayaran upah tenaga kerja,
  • Apakah diatur dalam SK Surat Penetapan Panitia atau diatur tersendiri? 
  • Apakah upah berdasarkan daftar hadir atau dengan cara upah borongan? 
6) Lakukan Uji Petik bukti pembayaran gaji perorangan atas tenaga ahli. Bandingkan, apakah sudah didukung dengan kontrak kerja perorangan?

7) Periksa Laporan Harian (di lapangan/Direksi Kit)
  • Apakah telah dilakukan pencatatan atas penggunaan bahan/ material dan peralatan kerja? 
  • Apakah pencatatannya kronologis/harian? 
8) Periksa daftar bahan/material yang di terima. Bandingkan dengan :
  • Buku tamu pada Pos SATPAM/Jaga. 
  • Jadwal pelaksanaan pekerjan, apakah bertahap, sesuai jadwal pelaksanaan pekerjaan? 
9) Periksa realisasi dropping/panjer/pencairan anggaran;
  • Apakah bulanan? 
  • Apakah sudah sinkr o n den ga n jad w al p e laks a n aa n pekerjaan? 
  • Apakah panjer kerja (pembayaran) tersebut telah dipertanggung jawabkan secara periodik, maksimal bulanan?. Dapatkan realisasi panjer kerja tersebut dan bandingkan dengan pertanggungjawabannya. 
10) Dapatkan progres fisik harian. Periksa, apakah telah dilakukan evaluasi mingguan? Dari monitor mingguan progres fisik dan realisasi pendanaan/anggaran (biasanya dibuat satu daftar/satu sajian). Bandingkan antara progres fisik tersebut dengan realisasi pembayaran/daya serap anggaran. Untuk pekerjaan perangkat lunak dilakukan evaluasi bulanan.

11) Periksa, untuk pekerjaan swakelola tersebut apakah telah ditunjuk “Pengawas Pekerjaan” dengan Surat Penetapan yang disyahkan oleh PGBS?

12) “Swakelola oleh Instansi Pemerintah lain Non Swadana “Lakukan wawancara untuk pelaksanaan pekerjaan swakelola ini (oleh Instansi Pemerintah lain Non Swadana), apakah telah dibentuk Panitia Pengadaan?

13) Periksa, apakah metoda yang dipilih diantara metoda yang telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden yaitu:
  • Lelang/seleksi umum? 
  • Lelang/seleksi terbatas? 
  • Pemilihan/seleksi langsung? 
  • Penunjukkan langsung? 
14) Dapatkan daftar/bukti pembayaran upah kepada tenaga kerja. Bandingkan antara daftar/bukti pembayaran upah harian tersebut dengan daftar hadir tenaga kerja. Periksa pula apakah cara yang dipilih upah borongan? Jika “Ya”, dapatkan ketentuan yang mengatur upah borongan dan bandingkan dengan bukti pembayaran atas upah borongan tersebut untuk meyakinkan bahwa tidak terjadi penyimpangan.

15) Periksa, apakah terdapat pembayaran gaji tenaga ahli tertentu? Jika “Ya”, bandingkan dengan kontrak kerja untuk meyakinkan kesesuaian antara tarif dengan realisasi pembayaran dan bukti pendukung pembayaran berupa kontrak.

16) Bandingkan antara kemajuan fisik dilapangan dengan catatan/ laporan harian atas pemakaian bahan, peralatan dan tenaga kerja.

17) Bandingkan antara laporan harian dengan catatan pada Buku Satpam/Pos Jaga mengenai pengiriman bahan.

18) Bandingkan antara dropping panjer kerja dengan laporan realisasi, apakah telah dilakukan secara periodik maksimal bulanan? Periksa, apakah terjadi selisih (varian) dan apa penyebabnya?

19) Bandingkan pula realisasi pembayaran bulanan dengan progres fisik. Bandingkan pula dengan evaluasi mingguan, kecuali perangkat lunak, evaluasi dilakukan bulanan.

20) Dapatkan bukti pendukung (Surat Penetapan/Keputusan) bahwa telah ditunjuk pengawas pekerjaan.

21) “Swakelola yang dilaksanakan masyarakat/LSM” Lakukan wawancara kepada penerima hibah. Apakah pengadaan barang, jasa lainnya, peralatan/suku cadang dan tenaga ahli dilakukan oleh penerima hibah?

22) Periksa, apakah disusun, ditetapkan jadwal penyaluran dana hibah untuk pekerjaan konstruksi? Dapatkan realisasi penyaluran dana hibah tersebut, Bandingkan dengan penetapannya, apakah:
  • 40 % (lima puluh persen) apabila organisasi pelaksana penerima hibah telah siap? 
  • 40 % (lima puluh persen) dibayarkan setelah pekerjaan mencapai 30% (tiga puluh persen)? 
23) Dapatkan bukti/dokumen progres fisik (laporan kemajuan pekerjaan), lakukan Uji Petik fisik/lapangan antara volume/angka dalam laporan dengan kondisi fisik dilapangan.

24) Lakukan wawancara, apakah penerima hibah telah melakukan pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan dan realisasi pembayaran? Periksa Uji Petik progres fisik bulanan dengan fisik dilapangan.

1.3. Tindak Lanjut Hasil Temuan Audit

Setelah melakukan pemeriksaan, tentu auditor akan membuat sebuah laporan, sebagai bukti adanya hasil pemriksaan. Hasil pemeriksaan pengadaan barang/jasa akan dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan. Bentuk dan susunan Laporan Hasil Pemeriksaan mengacu pada standar audit sektor publik. Hasil-hasil pemeriksaan yang meliputi temuan negatif maupun positif dan data-data pendukungnya dituangkan dalam KKP. Lebih lanjut, KKP yang berisi catatan-catatan pemeriksa yang mencerminkan kegiatan yang dilakukan, metode, prosedur dan teknik pemeriksaan yang diterapkan, simpulan yang dibuat dan saran yang dirumuskan untuk setiap kegiatan/sasaran pemeriksaan, merupakan jembatan untuk memudahkan Temuan Pemeriksaan dan Laporan Hasil Pemeriksaan. Untuk lebih memudahkan evaluasi, dibuat daftar evaluasi pengadaan barang/jasa.

Sesuai dengan standar audit publik, dalam pemeriksaan pengadaan barang/jasa Tim Pemeriksa diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan tindak lanjut atas temuan dan rekomendasi hasil audit terdahulu yang dilakukan oleh auditor. Langkah-langkah yang harus dilakukan (Murwanto, 2007), meliputi:
1) Dapatkan hasil pemeriksaan auditor berupa LTP atau LHP dan tanggapan instansi pada waktu pembahasan tindak lanjut, serta data hasil pemeriksaan instansi pemeriksa lainnya beserta tanggapan dari instansi/proyek yang diperiksa.

2) Pelajari temuan/masalah yang dikemukakan dalam hasil-hasil pemeriksaan auditor, saran pemeriksa, tanggapan instansi/proyek yang bersangkutan dan tingkat penyelesaian atas temuan/masalah dari masing-masing hasil pemeriksaan auditor.

3) Catat temuan-temuan/masalah dan rekomendasi yang belum ditindaklanjuti dan yang dalam proses tindak lanjut, kemudian teliti sebab-sebabnya apakah karena kelalaian oleh instansi/ proyek yang bersangkutan, atau penyelesaiannya berkaitan dengan penyelesaian yang harus dilakukan oleh instansi lain, baik secara vertikal maupun horizontal, atau karena penyelesaiannya memerlukan waktu relatif lama.

4) Untu k temu an/mas alah yang b elum dan at au terlambat ditindaklanjuti, teliti lebih mendalam sebab-sebab terjadinya apakah karena kelalaian atau sebab lain.

5) Untuk masalah yang belum selesai, karena berkaitan dengan kewenangan instansi lain, teliti apakah sudah ada usaha dari pihak instansi/proyek yang diperiksa untuk menghubungi atau menyelesaikan temuan dengan instansi tersebut.

6) Bagi penyelesaian temuan yang memerlukan waktu relatif lama pelajari langkah-langkah yang harus dilakukan dan waktu penyelesaian yang diperlukan untuk dapat menilai, apakah usaha penyelesaian yang dilakukan itu memerlukan waktu yang lama.

7) Lakukan pengujian tentang keb enaran p enjelasan pihak instansi/proyek tersebut dengan meneliti dokumen dan kegiatan penyelesaian yang telah dilakukan.

8) Teliti apakah dalam pemeriksaan yang sedang dilakukan terdapat masalah/temuan berulang dari pemeriksaan yang terdahulu kemudian pelajari sebab-sebabnya dan bagaimana cara instansi menyelesaikan temuan berulang tersebut. Untuk temuan berulang, agar rumusan unsur penyebab dari temuan bersangkutan dipertegas.

9) Buatkan kesimpulan hasil pemeriksaan tindak lanjut atas temuantemuan hasil pemeriksaan auditor terdahulu dalam masing-masing formulir atau tabel yang menggambarkan antara lain:
  1. Tanggal dan Nomor Laporan Hasil Pemeriksaan; 
  2. Tahun Anggaran yang diperiksa; 
  3. Temuan/masalah yang dikemukakan; 
  4. Saran/rekomendasi atas temuan/masalah; 
  5. Tindak lanjut yang dilakukan oleh instansi; 
  6. Tingkat penyelesaian hasil tindak lanjut; 
  7. Sebab-sebab belum ditindaklanjuti atau belum selesainya tindak lanjut temuan; 
  8. Komentar instansi. 
Hasil pemeriksaan tindak lanjut atau p enyelesaian atas temuan-temuan pemeriksaan terdahulu disajikan dalam rumusan dua alternatif yaitu: dikemukakan secara langsung dalam temuan atas pemborongan pekerjaan/jasa atau pengadaan barang yang bersangkutan, atau dikemukakan secara gabungan bersama tindak lanjut atas temuantemuan lain dalam laporan hasil pemeriksaan.


  • Sumber : Buku Audit Sektor Publik Anis Rachma Utary & Muhammad Ikbal

Wednesday 16 September 2015

AUDIT PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

1.1. Penerimaan Negara

Pada das ar nya, p ener imaan negara terbagi at as 2 jenis penerimaan, yaitu penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak yang disebut penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Menurut UU no. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan (www.bpkp.go.id) 

UU tersebut juga menyebutkan kelompok PNBP meliputi: 
  1. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; 
  2. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; 
  3. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan; 
  4. penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; 
  5. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri 
Kecuali jenis PNBP yang ditetapkan dengan Undang-undang, jenis PNBP yang tercakup dalam kelompok sebagaimana terurai diatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Artinya diluar jenis PNBP terurai diatas, dimungkinkan adanya PNBP lain melalui UU. 

Selanjutnya, Pasal 2 ayat (2) UU PNBP menyatakan bahwa kecuali PNBP yang ditetapkan dengan Undang-undang, jenis PNBP yang tercakup dalam kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Artinya diluar jenis PNBP terurai diatas, dimungkinkan adanya PNBP lain melalui UU. Dalam melaksanakan ketentuan tersebut, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP Yang Bersumber Dari Kegiatan Tertentu. Menurut Pasal 4 ayat (3) PP tersebut, kegiatan tertentu itu meliputi bidang-bidang kegiatan: 
  1. penelitian dan pengembangan teknologi; 
  2. pelayanan kesehatan; 
  3. pendidikan dan pelatihan; 
  4. penegakan hukum; 
  5. pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu; dan 
  6. pelestarian sumber daya alam. 

1.2. Tujuan dan Lingkup Audit

Pemungutan terhadap berbagai jenis Penerimaan negara memiliki b erbagai aturan baik di kementrian dalam negeri (kemendagri) maupun kementrian keuangan (kemenkeu). Audit atas PNBP memiliki tujuan untuk mengetahui dan menilai: 
  1. Apakah setiap jenis PNBP yang telah dimuat dalam rencana penerimaan pada setiap departemen/lembaga pemerintah non departemen mempunyai landasan hukum dan telah dipungut sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan dan disetorkan ke kas negara dengan tertib; 
  2. Apakah realisasi PNBP mencapai target yang telah ditetapkan dalam DIKS. 
  3. Apakah semua PNBP pada setiap departemen/lembaga pemerintah non departemen telah ditatausahakan dan dilaporkan serta dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 
Berbagai Unit kerja di Kementrian/Lembaga/Dinas dan Instansi sebagian besar memiliki berbagai macam sumber PNBP. Pemeriksaan terhadap PNBP dilakukan kepada satuan unit kerja pada semua Kementrian/lembaga pemerintah non departemen yang memiliki PNBP, terutama pada unit kerja: 
  1. Biro Keuangan Kementrian Keuangan; 
  2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementrian Keuangan; 
  3. Direktorat Jenderal pada Kementrian Teknis yang bersangkutan; 
  4.  Biro Keuangan pada Kementrian Teknis yang bersangkutan; 
  5. Lembaga/Satuan Kerja Unit Penghasil/Unit Pelaksana Teknis (UPT); 
  6. Biro Lelang, Biro Informasi dan Hukum pada Direktorat Jenderal Piutang Lelang Pemeriksaan diarahkan pada kegiatan yang meliputi: 
    • Perencanaan,
    •  Penetapan, 
    • Peraturan Pendukung, 
    • Pemungutan dan Penyetoran,
    •  Penatausahaan, 
    • Pelaporan dan pertanggungjawaban. 

1.3. Pengendalian Transaksi PNBP

Penerimaan Negara Bukan Pajak harus memiliki payung hukum berupa peraturan perundang-undangan di tingkat nasional maupun daerah. Dalam peraturan tersebut mencantumkan berbagai hal seperti pentingnya dilakukan pemungutan PNBP tersebut, tata cara pemungutan, pengoranisasian, pencatatan, pencatatan hingga besaran tarif yang dikenakan. Jenis PNBP yang penentuan jumlahnya dilakukan dengan cara dihitung sendiri oleh wajib bayar ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. 

Pada beberapa kementerian atau lembaga yang mengelola suatu jenis PNBP, memiliki karakteristik yang berbeda antara PNBP pada suatu kementerian atau lembaga dan kementerian atau lembaga yang lain. Penentuan jumlah PNBP yang terutang dilakukan dengan cara (Murwanto, 2007): 
a) Ditetapkan oleh Instansi Pemerintah; 
b) Dihitung sendiri oleh Wajib Bayar 

Kewajiban membayar PNBP untuk jenis yang dihitung sendiri akan kadaluarsa setelah 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya PNBP yang bersangkutan. Ketentuan kadaluarsa ini tertunda apabila wajib bayar melakukan tindak pidana di bidang PNBP. Wajib bayar membayar jumlah PNBP yang terutang dalam jangka waktu tertentu. Instansi pemerintah, atas permohonan wajib bayar untuk jenis PNBP yang dihitung sendiri oleh wajib bayar setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dapat memberikan persetujuan kepada wajib bayar untuk mengangsur atau menunda pembayaran PNBP yang terutang dengan dikenakan denda sebesar 2% (dua persen) sebulan. 

1.4. Proses Audit PNBP

Proses audit atas PNBP terlabih dahulu dilakukan pemeriksaan pendahuluan, dalam rangka memperoleh informasi/data yang bersifat umum mengenai kegiatan dari obyek/instansi atau obyek yang diperiksa, yang dilakukan secara terus-menerus sepanjang tahun oleh auditor yang membidangi tugas pemeriksaan atas Kementerian/ lembaga negara yang mengelola PNBP. 

Dokumen yang diperiksa adalah dokumen yang dihimpun oleh masing-masing unit kerja, berupa dokumen pertanggungjawaban keuangan negara yang berkaitan dengan PNBP yang dikirim oleh Kementerian Keuangan, Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan Sekretariat Jenderal/Panitera Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara serta Perusahaan Negara sesuai dengan Inpres No. 1 Tahun 1999 tanggal 31 Maret 1999 (Murwanto, 2007). 

Berikutnya adalah Kegiatan pengujian terbatas atas sistem pengendalian manajemen PNBP pada instansi yang diperiksa, dapat dilaksanakan pada saat yang bersamaan dengan pemeriksaan dokumen di Pusat Tata Usaha Keuangan Kementerian/Lembaga. Hal tersebut dimaksudkan agar pemeriksaan dapat dilaksanakan secara efisien, dan menghindari kesan dari pihak auditan bahwa pemeriksaan oleh auditor dilakukan terus-menerus. 

Pengujian terbatas pada sistem pengendalian manajemen merupakan upaya untuk mengumpulkan informasi mengenai cara kerja sistem pengendalian manajemen atas pengelolaan PNBP yang dilakukan oleh auditan, baik di tingkat Kementerian/Lembaga, Ditjen- Ditjen maupun di tingkat unit pelaksana teknis, dan mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang memerlukan perbaikan lebih lanjut. 

Pada dasarnya, pengujian terbatas dilakukan atas semua unsur- unsur sistem pengendalian manajemen, namun tidak selamanya semua unsur sistem manajemen dilaksanakan oleh setiap instansi yang mengelola/mengurus PNBP, karena tergantung pada tugas dan fungsinya, contohnya unit pelaksana teknis yang ditunjuk memungut PNBP tidak memiliki fungsi dan atau tugas untuk menetapkan/ menyusun target penerimaan PNBP, sehingga unsur perencanaan merupakan tugas unit kerja lain. Oleh karena itu, pengujian terbatas atas sistem pengendalian manajemen disesuaikan dengan tugas dan fungsi instansi yang diperiksa dalam kaitan dengan pengelolaan PNBP (Murwanto, 2007). 

Langkah-langkah pemeriksaan yang dilakukan dalam pengujian terbatas atas sistem pengendalian manajemen meliputi: 

1) Organisasi 
  • Periksa apakah pelaksanaan pengurusan/pengelolaan PNBP (pungutan, penyetoran, penatausahaan dan pelaporan) dilaksanakan oleh unit organisasi yang ditunjuk. 
  • Apakah pelaksanaan tugas-tugas pengurusan/pengelolaan PNBP dilaksanakan berdasarkan pembagian tugas yang ada dalam organisasi, dan tidak perangkapan jabatan yang melemahkan pengendalian intern. 
  • Teliti apakah kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada organisasi dan para pejabat yang bertangung jawab dapat terlaksana/berjalan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 
2) Kebijaksanaan 
  • Periksa apakah jenis PNBP yang dipungut oleh instansi pelaksana sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pimpinan instansi dan kebijaksanaan umum yang berlaku untuk penentuan jenis PNBP yang akan dipungut. 
  • Periksa apakah penentuan besarnya tarif yang dipungut sudah memperhatikan kebijaksanaan umum dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi. Periksa pula bahwa kebijaksanaan pimpinan instansi tidak bertentangan dengan kebijaksanaan di atasnya/kebijaksanaan umum. 
  • Teliti bahwa pengurusan/pengelolaan (pungutan, penatausahaan, penyetoran dan pelaporan) PNBP itu telah sesuai/memperhatikan kebijaksanaan yang ditetapkan. 
  • Periksa apakah terdapat hambatan-hambatan dalam melaksanakan pengurusan/pengelolaan PNBP yang disebabkan oleh kebijaksanaankebijaksanaan yang ditetapkan. 
3) Perencanaan 
  • Periksa penentuan jenis PNBP yang akan dikelola oleh auditan sudah didasarkan kepada perundang-undangan yang berlaku, minta dan pelajari dasar hukum pemungutan atas jenis-jenis PNBP tersebut. 
  • Periksa apakah dalam menentukan rencana penerimaan dari jenis PNBP itu sudah melibatkan instansi yang berwenang. 
  • Teliti apakah dalam penentuan target penerimaan setiap jenis PNBP sudah mempertimbangkan unsur-unsur terkait. 
4) Prosedur Kerja 
  • Periksa apakah peraturan besarnya tarif pungutan PNBP sudah mengikuti prosedur yang ditetapkan. 
  • Teliti apakah p elaks anaan pungut an, p enat aus ahaan, penyetoran dan pelaporan hasil PNBP sudah sesuai dengan prosedur kerja yang ditentukan. 
  • Teliti bahwa prosedur kerja dalam pengelolaan pungutan, penyetoran, penatausahaan dan pelaporan PNBP tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah tersebut. 
  • Identifikasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam melaksanakan prosedur kerja dan pelajari sebab dan akibatnya. 
5) Pencatatan/pelaporan 
  • Teliti apakah bendaharawan pengelola PNBP telah diangkat oleh pejabat yang berwenang. 
  • Teliti apakah setiap jenis PNBP yang dikelola telah dibuatkan buku- buku catatan. 
  • Teliti apakah pencatatan dilakukan dengan cermat, tepat waktu dan akurat. 
  • Teliti apakah instansi pengelola PNBP telah memiliki standar pelaporan PNBP. 
  • Teliti apakah pelaporan PNBP dapat memberikan informasi yang diperlukan oleh pejabat yang berwenang. 
  • Teliti apakah pelaporan yang dibuat telah dapat berfungsi sebagai sistem pengendalian. 
6) Pemeriksaan APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah) Langkah-langkah pemeriksaan yang dilakukan meliputi: 
  • Periksa apakah APIP telah melakukan pemeriksaan atas PNBP yang bersangkutan, teliti atau bahas LAPIP jika telah dilakukan pemeriksaan. 
  • Periksa apakah hasil pemeriksaan sebelumnya yang nilainya cukup material telah ditindaklanjuti oleh Kementerian/ lembaga yang bersangkutan. Apabila belum ditindaklanjuti, teliti apa sebabnya. 
  • Teliti apakah dalam pemeriksaan tahun berjalan ditemukan masalah yang sama (masalah berulang). 
Apabila masalah-masalah tersebut muncul, maka dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian auditan lemah, sehingga perlu dilakukan pengujian terinci atas hal tersebut guna menetapkan dan menambah jumlah nilai penyimpangan (menambah nilai/ materialitas temuan) dan menentukan penyebab sebenarnya, yaitu apakah peraturan perundangan yang sudah tidak memadai atau masalah lain yang terkait dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. 

1.5. Praktik Audit PNBP

Pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan negara dibiayai dari penerimaan negara yang berasal dari pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Salah satu bentuk PNBP di Indonesia yang memberikan kontribusi cukup signifikan dalam penerimaan negara adalah PNBP di bidang pertambangan umum. 

Sampai saat ini, sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menjadi sumber penggerak utama roda perekonomian nasional. Baik dalam perannya sebagai sumber penerimaan negara, penyedia energi, menarik investasi, surplus neraca perdagangan, penyedia bahan baku industri, faktor dominan pembentukan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), pembangunan daerah maupun terciptanya efek berantai dalam bentuk pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dan penciptaan lapangan kerja di dalam negeri. Tahun 2008 yang ditandai oleh fluktuasi yang sangat tajam harga minyak mentah dunia di penghujung tahun, sektor ESDM mencatatkan perkiraan realisasi penerimaan negara sebesar Rp 346,347 Triliun atau sebesar 36%. Dari penerimaan sektor ESDM tersebut, sub sektor Pertambangan Umum tercatat sebesar Rp 42,120 Triliun atau sebesar 4,4% yang terdiri dari Pajak Pertambangan Umum dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pertambangan Umum.

Sumber : Buku Audit Sektor Publik Anis Rachma Utary & Muhammad Ikbal

Sunday 13 September 2015

PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT

Laporan hasil audit adalah merupakan salah satu tahap paling penting dan akhir dari suatu pekerjaan audit. Dalam setiap tahap audit akan selalu terdapat dampak psikologis bagi auditor maupun auditee. Dampak psikologis dalam tahapan persiapan audit dan pelaksanaan audit dapat ditanggulangi pada waktu berlangsungnya audit. Tetapi dampak psikologis dari laporan hasil audit, penanggulangannya akan lebih sulit karena:
  1. Waktu audit sudah selesai 
  2. Laporan merupakan salah satu bentuk komunikasi tertulis, formal, sehingga auditor tidak dapat mengetahui reaksi auditee secara langsung 
  3. Laporan telah didistribusikan kepada berbagai pihak sehingga semakin banyak pihak yang terlibat. 
Karena laporan hasil audit akan mempunyai dampak luas, maka diperlukan pengetahuan khusus tentang penyusunan laporan hasil audit. Pelaporan hasil audit merupakan tahap akhir kegiatan audit. Selain harus sesuai dengan norma pemeriksaan, penyusunan laporan hasil audit juga harus mempertimbangkan dampak psikologis, terutama yang bersifat dampak negatif bagi auditee, pihak ketiga dan pihak lain yang menerima laporan tersebut.

1.1. Fungsi dan Tujuan Laporan Audit

Laporan hasil audit merupakan bentuk komunikasi tertulis yang berisi pesan agar pembaca laporan dapat mengerti dan menindaklanjuti temuan (sesuai rekomendasi yang terdapat di dalam laporan tersebut). Laporan audit seharusnya merupakan alat komunikasi yang efektif dan mempunyai dampak psikologis (positif maupun negatif ) bagi auditor maupun auditee, terutama individu yang terlibat. Jika suatu rekomendasi tidak ditindaklanjuti oleh auditee atau pihak lain yang terkait, maka hal tersebut berarti komunikasi tertulis yang dilakukan oleh auditor tidak efektif.

Selain sebagai ringkasan dari pekerjaan audit dan temuan audit, Laporan Audit juga merupakan dasar dalam membuat Surat Opini Audit, Rekomendasi, dan membuat Keputusan Audit. Peranan utama dari Laporan Audit (Murwanto, 2007) adalah:
  1. Laporan Audit adalah jalan utama bagi institusi audit untuk memahami informasi tentang proses audit. Tim audit harus menyerahkan laporan kepada institusi audit yang menugaskan pada saat audit selesai sehingga institusi audit dapat memahami proses dan hasil dari audit yang dilakukan oleh tim audit tersebut. 
  2. Laporan Audit adalah dasar dalam pembuatan Surat Opini Audit dan Keputusan Audit. Laporan Audit mengevaluasi kewajaran, ketaatan dan kinerja dari auditan dan memberikan opini dan rekomendasi berdasarkan temuan audit. Berdasarkan informasi tersebut institusi audit membuat Surat Opini Audit dan Keputusan Audit. 
  3. Laporan Audit adalah dasar yang penting untuk mengumpulkan dan mengolah informasi audit. Laporan Audit menyampaikan informasi dan masalah yang berhubungan dengan belanja dan pendapatan serta kegiatan-kegiatan ekonomi yang relevan dari institusi atau proyek yang diaudit. Institusi audit dapat memproses lebih lanjut informasi yang penting dan masalah yang disajikan dalam Laporan Audit dan melalui Laporan Audit ini institusi audit dapat menyediakan informasi tentang isu-isu individual atau informasi yang terintegrasi kepada institusi pemerintah yang berhubungan lainnya, institusi audit di tingkat yang lebih tinggi, dan departemen yang berkompeten lainnya. 
Menurut Modul Manajemen Audit BPK-RI, laporan audit tertulis berfungsi untuk:
  • Mengkomunikasikan hasil audit kepada pejabat pemerintah, yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 
  • Membuat hasil audit terhindar dari kesalah-pahaman 
  • Membuat hasil audit sebagai bahan untuk tindakan perbaikan oleh instansi terkait; dan 
  • Memudahkan tindak lanjut untuk menentukan apakah tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. 
Tujuan laporan Audit adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum atau sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Proses diagonostik dan Sistematik untuk membuat pertimbangan tentang akun yang mungkin tidak sesuai SOP yang material serta memperoleh bukti tentang penyajian yang wajar dalam laporan keuangan melibatkan sejumlah langkah.

1.2. Syarat Laporan Audit

Pada setiap akhir pelaksanaan audit, auditor harus menyiapkan konsep Laporan Audit. Isi konsep Laporan Audit tersebut harus mudah dimengerti dan bebas dari penafsiran ganda serta memenuhi standar pelaporan (Murwanto, 2007) yaitu:
  1. Lengkap. Laporan harus memuat semua informasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan audit, meningkatkan pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang dilaporkan, dan memenuhi persyaratan isi laporan. Hal ini berarti bahwa laporan harus memasukkan informasi mengenai latar belakang permasalahan secara memadai. Data pendukung yang rinci tidak perlu dimasukkan, kecuali apabila diperlukan untuk membuat penyajian Laporan Audit menjadi lebih meyakinkan. 
  2. Akurat. Laporan harus menyajikan bukti yang benar dan mengambarkan temuan dengan tepat. Satu ketidakakuratan dalam laporan dapat menimbulkan keraguan atas validitas seluruh laporan dan dapat mengalihkan perhatian pembaca dari substansi laporan tersebut. Laporan harus memasukkan hanya informasi, temuan, dan simpulan yang didukung bukti kompeten dan relevan dalam KKP. Bukti yang dilaporkan harus mencerminkan kebenaran logis atas masalah yang dilaporkan. 
  3. Obyektif. Laporan harus disajikan secara seimbang dalam isi dan nada. Ini berarti auditor harus menyajikan hasil audit secara netral dan menghindari kecenderungan melebih-lebihkan atau terlalu menekankan kinerja yang kurang. Nada laporan harus mendorong pengambil keputusan untuk bertindak atas dasar temuan dan rekomendasi dari auditor. 
  4. Meyakinkan. Laporan audit harus menjawab tujuan audit, temuan disajikan secara persuasif, dan kesimpulan serta rekomendasi disusun secara logis berdasarkan fakta yang disajikan. Laporan yang meyakinkan membuat pembaca mengakui validitas temuan, kewajaran simpulan, dan manfaat penerapan rekomendasi. 
  5. Jelas. Laporan audit harus mudah dibaca dan dipahami. Laporan harus ditulis dengan bahasa yang jelas dan sesederhana mungkin, sepanjang hal ini dimungkinkan. Jika digunakan istilah teknis, singkatan, dan akronim yang tidak begitu dikenal, hal itu harus didefinisikan dengan jelas. Penggunaan akronim dius ahakan s eminimal mung kin. Pengorganisasian materi laporan secara logis dan keakuratan serta ketepatan dalam menyatakan fakta dan dalam mengambil simpulan, adalah penting untuk kejelasan dan pemahaman bagi pembaca Laporan Audit. Penggunaan judul, subjudul, dan kalimat topik secara efektif akan membuat laporan lebih mudah dibaca dan dipahami. Alat bantu visual (seperti gambar, bagan, grafik dan peta) harus digunakan secara tepat untuk menjelaskan dan memberikan ringkasan materi yang rumit.
  6. Ringkas. Laporan audit harus disajikan secara ringkas, tidak lebih panjang dari yang diperlukan untuk mendukung pesan. Jika terlalu rinci, dapat menurunkan kualitas laporan bahkan dapat menyembunyikan pesan yang sesungguhnya dan mengurangi minat pembaca. Pengulangan yang tidak perlu juga harus dihindari. 

1.3. Bentuk Laporan Audit

Baik audit sektor privat maupun sektor publik harus memiliki bentuk laporan yang baik, sistematis dan prosedural. Laporan Audit umumnya terdiri dari judul, tujuan laporan, bagian utama, tanda tangan dari ketua tim audit, dan tanggal laporan (Muwarnto, 2007). Laporan Audit berisi hal-hal sebagai berikut: 

a) Pernyataan atas tugas audit.
Laporan Audit harus menjelaskan tugas audit yang berhubungan termasuk dasar pelaksanaan audit, nama auditan, ruang lingkup audit, pekerjaan yang akan dilakukan, pendekatan audit dan waktu pelaksanaan audit termasuk juga informasi mengenai pelacakan kembali dan hal-hal yang penting serta kerjasama dan bantuan yang diberikan oleh auditan. 

b) Informasi dasar mengenai auditan.
Informasi dasar mengenai auditan mencakup karakteristik usaha auditan terakhir, sistem manajemen, luas usaha dan skala operasi, afiliasi keuangan atau perjanjian manajemen (management arrangement), dan pengawasan terhadap aktiva negara serta posisi belanja dan pendapatan.

c) Informasi dasar tentang audit dan evaluasi secara keseluruhan. Informasi dasar tentang audit dan evaluasi keseluruhan mencakup item belanja dan pendapatan yang telah diaudit, standar audit yang digunakan, prosedur audit, pendekatan audit yang utama, evaluasi atas sistem pengendalian intern serta evaluasi atas kewajaran, ketaatan dan kinerja dari auditan termasuk hal-hal lain yang membutuhkan penjelasan.
d) Temuan audit.
Terdapat 2 (dua) jenis temuan audit. pertama adalah temuan yang mengacu pada undang-undang yang harus ditaati oleh organisasi audit yaitu pelanggaran terhadap peraturan keuangan dan ekonomi serta peraturan audit. Jenis temuan audit yang kedua adalah temuan atas tidak dilaksanakannya praktik-praktik yang sesuai dengan peraturan. Laporan Audit harus menyajikan semua masalah utama yang ditemukan dalam audit termasuk fakta-fakta yang berhubungan, penyebabnya, peraturan yang dilanggar, dan dampak dari pelanggaran itu.

e) Opini audit dan Rekomendasi.
Laporan Audit harus menyajikan opini dan rekomendasi atas temuan audit. Opini harus diberikan tentang sanksi atas pelanggaran peraturan keuangan dan ekonomi serta peraturan audit sedangkan rekomendasi harus dibuat berkaitan dengan praktik yang tidak tepat atau tidak diterima umum (inappropriate or irregular practice)

1.4. Laporan Audit Keuangan

Salah satu bentuk audit adalah audit keuangan, yang merupakan penilaian atas suatu perusahaan atau badan hukum lainnya (termasuk pemerintah) sehingga dapat dihasilkan pendapat yang independen tentang laporan keuangan yang relevan, akurat, lengkap, dan disajikan secara wajar.

Standar Pelaporan untuk audit atas laporan keuangan menurut PSA-IAI sepeti yang terdapat pada Bab 2 dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 
  2. Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. 
  3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit. 
  4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. 
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.

Berdasarkan SA-IAI, tipe opini/pendapat auditor yang dapat digunakan dalam laporan audit atas laporan keuangan adalah:

1) Pendapat wajar tanpa pengecualian.
Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan auditan, menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2) Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan.
Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam Laporan Audit. Keadaan-keadaan tersebut antara lain meliputi pembatasan ruang lingkup audit atas bagian tertentu dalam laporan keuangan, adanya hal-hal tertentu yang perlu ditekankan, adanya keadaan dimana suatu bagian dalam laporan keuangan auditan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum tetapi penyajian tersebut adalah lebih memadai dalam menyajikan informasi keuangan auditan,

3) Pendapat wajar dengan pengecualian.
Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan auditan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan.

4) Pendapat tidak wajar
.
Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan auditan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

5) Pernyataan tidak memberikan pendapat.
Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan, jika bukti audit tidak cukup untuk membuat kesimpulan.

1.5. Prosedur Pelaporan

Pedoman pelaporan agar sesuai dengan efektivitas komunikasi dan dampak psikologis dari suatun laporan hasil audit:
  • Bentuk laporan agar dibuat sedemikian rupa sehingga membangkitkan minat orang untuk melihat isinya. 
  • Sajikan kesimpulan (atau executive summary) pada bagian awal laporan agar pembaca dapat segera mengetahui intisari laporan tersebut. 
  • Kesimpulan agar disajikan sedemikian rupa sehingga pembaca ingin menget ahui lebi h mendalam t e nt ang uraian dan kesimpulan. 
  • Temuan agar disajikan sedemikian rupa sehingga pembaca dapat mengetahui tentang kriteria yang digunakan, kondisi (temuan), sebab dan akibat temuan tersebut erta melaksanakan perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang disajikan dalam laporan hasil audit. 
Laporan hasil audit disusun oleh ketua tim audit (atau oleh staf auditor yang kemudian diperiksa oleh ketua tim audit), dan selanjutnya diserahkan kepada pengawas audit (supervisor) untuk direview. Proses dari konsep sampai diterima (ditandatangi oleh ketua tim) dan diterima oleh supervisor lazimnya melalui suatu proses bolak-balik yang kadang-kadang sampai beberapa kali putaran. Dalam proses tersebut seringkali digunakan suatu formulir yang disebut lembar review untuk memudahkan koreksi/tambahan dan sebagainya (dikenal dengan lembaran review, review sheet) tanpa harus mencorat-coret konsep laporan hasil audit Penggunaan lembaran review dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan berikut :
  1. Komunikasi lisan akan memerlukan waktu yang cukup lama padahal atasan maupun bawahan mungkin masih mempunyai kesibukan lain. 
  2. Komunikasi tertulis tidak dapat dilakukan di dalam konsep laporan, karena konsep laporan tersebut akan dipenuhi dengan catatan-catatan review.
Sumber : Buku Audit Sektor Publik Anis Rachma Utary & Muhammad Ikbal

Friday 11 September 2015

KERTAS KERJA AUDIT

1.1. Pengertian dan Fungsi Kertas Kerja Audit

Kertas kerja audit adalah catatan-catatan yang diselenggarakan auditor mengenai prosedur audit yang diterapkan, pengujian- pengujian yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh dan kesimpulan-kesimpulan yang dibuat sehubungan dengan auditnya. Kertas kerja audit harus meliputi semua informasi yang dipandang perlu oleh auditor bagi pelaksanaan audit yangdipandang perlu oleh auditor bagi pelaksanaan audit yang memadai dan untuk mendukung laporan audit atau pendapat yang akan diberikan oleh auditor. Tujuan menyeluruh dari pendokumentasian audit dalam bentuk kertas kerja adalah untuk membantu auditor memberikan keyakinan memadai bahwa audit yang layak telah dilakukan sesuai dengan standar auditing. 

Pemeriksaan keuangan atau auditing har us b edasatkan buktibukti. Auditor harus mengumpulkan berbagai jenis bukti untuk mendukung kesimpulan hasil audit yang disajikannya dalam laporan hasil audit. Bukti yang dikumpulkan itu harus didokumentasikan dengan baik. Dokumen dimaksud disebut dengan Kertas Kerja Audit (working papers), memuat rekaman kegiatan audit yang dilakukannya selama melaksanakan audit. Disamping berfungsi sebagai media untuk mendukung kesimpulan hasil audit, kertas kerja juga berfungsi sebagai (STAN, 2007): 
  1. Jembatan/mata rantai yang menghubungkan antara catatan klien dengan laporan hasil audit. 
  2. Media bagi auditor untuk mempertanggung jawabkan prosedur/ langkah audit yang dilakukannya sehubungan dengan penugasan yang dijalankan. 
  3. Media untuk mengkoordinir dan mengorganisasi semua tahap audit mulai dari tahap perencanaan sampai pelaporan, 
  4. Dokumen yang dapat memberikan pedoman bagi auditor berikutnya yang melakukan penugasan audit pada instansi/satuan kerja yang sama. 
Kertas kerja didefinisikan sebagai catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai prosedur audit yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan pelaksanaan penugasan audit yang dilakukannya. 

1.2. Isi Kertas Kerja Audit

Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan: 
  1. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menunjukkan diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama. 
  2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan. 
  3. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk  menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menunjukkan diamatinya standar pekerjaan lapangan ketiga. 
Kertas kerja audit meliputi semua berkas yang dibuat mulai dari perencanaan sampai dengan konsep laporan hasil audit, antara lain terdiri dari: program audit, hasil pemahaman terhadap pengendalian intern, analisis, memorandum, surat konfirmasi, pernyataan dari klien, ikhtisar dan salinan/copy dari dokumen yang dikumpulkan, daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh auditor, draft laporan hasil audit, dan sebagainya. Kertas kerja tidak hanya berwujud kertas, tetapi dapat pula berupa pita magnetis, film, atau media yang lain. Kertas kerja berupa salinan/copy dokumen auditi diberi cap “COPY SESUAI ASLINYA, DIBERIKAN UNTUK AUDITOR” dan ditanda tangani/paraf oleh petugas/counterpart yang ditugaskan manajemen. 

Secara lebih rinci dokumen yang terdapat pada KKA harus meliputi aspek-aspek berikut (STAN, 2007): 
  1. Perencanaan. 
  2. Pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian internal.
  3. Prosedur audit yang dilakukan, informasi yang diperoleh, analisa yang dibuat dan kesimpulan yang dicapai oleh auditor. 
  4. Review atas KKA. 
  5. Pelaporan hasil audit. 
  6. Monitoring tindak lajut terhadap hasil audit. 

1.3. Persyaratan Kertas Kerja Audit

Agar kertas kerja pemeriksaan mempunyai manfaat yang optimal harus dipenuhi kriteria berikut ini: 
  1. Kertas kerja pemeriksaan harus mempunyai tujuan. Misal cash count sheet dapat ditaksir dengan angka pada neraca. 
  2. Harus dicegah menulis kembali kertas kerja pemeriksaan sebab banyak kerugiaannya antara lain: membuang waktu, dapat salah menyalin. 
  3. Dalam kertas kerja pemeriksaan (KKP) harus dijelaskan prosedur audit apa yang dilakukan dengan menggunakan audit tick mark. Misal cek penjumlahan dengan cara footing dan cross footing. 
  4. Kertas kerja pemeriksaan harus diindex/cross index Ada beberapa cara penggunaan index: alphabetis = A-Z, numeric = I, II dsb, gabungan =A1, A2, dan sebagainya. 
  5. Kertas kerja harus diparaf oleh orang yang membuat dan mereview working papers sehingga dapat diketahui siapa yang bertanggung jawab. 
  6. Setiap pertanyaan yang timbul pada review notes harus terjawab, tidak boleh ada “open question” (pertanyaan yang belum terjawab). 
  7. Pada kertas kerja pemeriksaan harus dicantumkan: 
    • Sifat dari perkiraan yang diperiksa. 
    • Prosedur pemeriksaan yang dilakukan 
    • Kesimpulan mengenai kewajaran perkiraan yang diperiksa. 
     8. Hal-hal tambahan: 
    • Kertas kerja pemeriksaan harus rapi dan bersih. 
    • Kertas kerja pemeriksaan harus mudah dibaca (jelas). 
    • Bahasa yang digunakan (Indonesia dan Inggris) harus baik. d) Jangan hanya memphoto copy data dari klien tanpa diberi suatu penjelasan. 
     9. Dibagian muka file kertas kerja pemeriksaan harus dimasukkan Daftar Isi dan Index kertas kerja pemeriksaan dan contoh paraf seluruh tim pemeriksa yang terlibat dalam penugasan audit tersebut. 

1.4. Jenis Kertas Kerja Audit

Dalam rangka mendukung laporan hasil audit, kertas kerja dikelompokkan dalam Daftar Utama (lead/top schedule) dan Daftar Pendukung (supporting schedule): 
  1. Daftar Utama merupakan rangkuman dari Daftar Pendukung, disusun sesuai dengan kelompok informasi yang disajikan dalam laporan hasil audit. Memuat informasi dan kesimpulan hasil audit yang diperlukan untuk penyusunan laporan hasil audit. 
  2. Daftar Pendukung memuat tujuan audit, informasi/kegiatan yang diuji, bukti-bukti/dokumen pendukung yang dikumpulkan, metode penelitian dan analisis yang dilakukan dalam rangka memenuhi tujuan audit, dan kesimpulan yang diperoleh, serta dilengkapi dengan data auditor yang menyusun dan tanggal dan paraf penyusunannya. 
Daftar Utama dan Daftar Pendukung merupakan dokumentasi yang terpisah satu sama lain. Untuk menghubungkan keduanya, kertas kerja harus diberi indeks (semacam tanda/nomor/kode yang dibuat untuk mempermudah menghubungkan satu kertas kerja dengan kertas kerja yang lain). Beberapa jenis Kertas Kerja Audit: 

1.5. Kepemilikan dan Penyimpanan Kertas Kerja Audit

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai kepemilikan kertas kerja. Sesuai kode etik, auditor harus menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh/diketahuinya melalui kegiatan audit yang dilakukannya (STAN, 2007). Dalam praktek yang sehat di lingkungan profesi audit, walaupun kertas kerja adalah milik institusi auditor, penggunaannya untuk pihak luar harus mendapat izin dari klien/ auditi yang bersangkutan. 

Terkait dengan hal ini, salah satu poin dari kode etik pejabat pengawas pemerintah dengan organisasi intern, yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalan Negeri No. 28/2007 disebutkan; “Pejabat Pengawas Pemerintah wajib menyimpan rahasia jabatan, rahasia negara, rahasia pihak yang diawasi serta hanya mengemukakan kepada dan atas perintah pejabat yang ber wenang atas kuasa peraturan perundang-undangan”. 

Berikut beberapa kriteria atau hal-hal yang berkaitan mengenai kepemilikan Kertas Kerja Audit: 
  1. Kertas kerja pemeriksaan adalah milik auditor. Hak auditor sebagai pemilik kertas kerja pemeriksaan terkait pada batasan- batasan moral yang dibuat untuk mencegah kebocoran-kebocoran yang tidak semestinya mengenai kerahasiaan data klien. 
  2. Walaupun sebagian kertas kerja akuntan publik dapat digunakan sebagai sumber referensi bagi klien, namun ker tas ker ja pemeriksaan tersebut tidak dapat dianggap sebagai bagian atau pengganti dari catatan akuntansi klien. 
  3. Bila ada pihak lain yang ingin meminjam atau review kertas kerja pemeriksaan, baru bisa diberikan atas persetujuan tertulis dari klien yang bersangkutan, sebaiknya hanya bagian yang diperlukan saja yang dipinjamkan atau diperliatkan. 
  4. Akuntan publik harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk keamanan kertas kerja pemeriksaannya dan menyimpan kertas kerja tersebut sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku (minimal lima tahun). 
Sumber : Buku Audit Sektor Publik Anis Rachma Utary & Muhammad Ikbal

Saturday 5 September 2015

AUDIT SAMPLING

Dalam melaksanakan audit, seorang auditor tidak mungkin memeriksa seluruh bukti audit yang jumlahnya sangat banyak, maka dari itu auditor dapat memilih beberapabukti audit dengan mengambil beberapa sampel. Ketika memilih sampel dari popuasi, uditor berusaha untuk memperoleh sampel yang representatif. Sampel representatif (representative sample) adalah sampel yang karakteristiknya hampir sama dengan yang dimiliki oleh populasi.ini berarti item item yang dijadikan sampel populasi serupa dengan item item yang tidak dijadikan sampel.

Dalam praktek, auditor tidak pernah mengetahui apakah suatu sampel bersifat representatif, bahkan setelah semua pengujian selesai dilakukan. Satu satunya cara untuk mengetahui apakah suatu sampel bersifat representatif adalah dengan melakukn audit lebih lanjut atas populasi secara keseluruhan. Akan tetapi, auditor dapat meningkatkan kemungkinan sampel dianggap representatif dengan menggunakannya secara cermat ketika merancang proses sampling, pemilihan sampl, dan evaluasi sampel. Hasil sampel dapat menjadi non-representatif akibat kesalahan non-sampling atau kesalahan sampling. Risiko dari dua jenis kesalahan yang terjadi tersebut disebut sebagai risiko non-sampling dan risiko sampling. Keduanya dapat dikendalikan.

Risiko non-s ampling (non-sampling r isk) adalah r isiko bahwa pengujian audit tidak menemukan pengecualian yang ada dalam sampel. Prosedur audit yang tidak efektif untuk mndeteksi pengecualian uang diragukan adalah dengan memeriksa sampel dokumen pengiriman dan menentukan apakah masing-masing telah dilampirkan ke faktur penjualan, dan bukan memeriksa sampel salinan faktur penjualan untuk menentukan apakah dokumen pengiriman telah dilampirkan. Dalam kasus ini auditor telah melakukan pengujian dengan arah yang salah karena memulainya dngan dokumen pengiriman dan bukan salinan fakturpenjualan. Prosedur audit yang dirancang dengan cerma, instruksiyang tepat, pengawasan, dan review merupakan cara untuk mengendalikan risiko non-sampling.

Risiko sapling (sampling risk) adalah risiko bahwa auditor mencapai kesimpulan yang salah karna sampel populasi yang tidak representatif. Risiko sampling adalah bagian sampling yang melekat akibat pengujian lebih sedikit dari populasi secara keseluruhan. Jika populasi sebenarnya memiliki tingkat pengecualian, uditir menerima populasi yang slah karenaa sampel tidak cukup mewakili populasi.

1.1. Pengertian Umum Sampling

Dalam setiap pelaksanaan audit baik keuangan maupun operasional, auditor selalu dihadapkan dengan banyaknya bukti-bukti transaksi yang harus diaudit dengan waktu audit yang sangat terbatas. Sesuai dengan tanggung jawab profesionalnya, auditor berkepentingan dengan keabsahan simpulan dan pendapatnya terhadap keseluruhan isi laporan dan/atau kegiatan yang diauditnya (BPKP, 2008).

Mengingat tanggung jawab ini, maka auditor hanya akan dapat menerbitkan laporan yang sepenuhnya benar, jika dia memeriksa seluruh bukti transaksi. Namun demikian, hal ini tidak mungkin dilakukan. Per tama, dari segi waktu dan biaya hal ini akan memerlukan sumberdaya yang sangat besar. Kedua, dari segi konsep, audit memang tidak dirancang untuk memberikan jaminan mutlak bahwa hasil audit 100% sesuai dengan kondisinya. Oleh karena itu, auditor harus merancang cara untuk mengatasi hal tersebut. Cara yang dapat dilakukan auditor adalah hanya memeriksa sebagian bukti yang ditentukan dengan cara seksama, sehingga bisa untuk mengambil kesimpulan secara menyeluruh.
Hal ini dapat dilakukan dengan metode sampling audit. Dengan cara demikian maka audit dapat dilakukan dengan biaya dan waktu yang rasional. Jadi digunakannya metode pengujian dengan sampling audit diharapkan auditor dapat memperoleh hasil pengujian yang objektif dengan waktu dan biaya yang minimal, sehingga pekerjaan audit bisa efektif dan efisien.

1.2. Teknik Sampling

Teknik sampling dalam audit dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: menggunakan Metode Statistik atau disebut “sampling statistik” dan Tanpa Menggunakan Metode Statistik atau disebut “sampling non statistik”. Perbedaan antar keduanya dapat dirumuskan sebagai berikut:

Metode
Sampling

Sampling Statistik

Sampling Non Statistik


Analisis
Menggunakan rumus/formula statistik, sehingga judgment yang akan digunakan harus dikuantifikasi lebih dahulu sesuai kebutuhan formula

Tidak menggunakan rumus/ formula statistik, sehingga judgment yang akan digunakan tidak perlu dikuantifikasi
Pemilihan Sampel
Harus acak (random)
Boleh acak, boleh pula tidak

Kedua bentuk sampling tersebut memiliki perbedaan, keduanya juga miliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kedua pendekatan ini dapat digunakan dalam audit, karena tidak ada satu pihakpun yang dapat menjamin bahwa salah satu di antara keduanya lebih baik dari yang lain. Namun, dibandingkan dengan sampling non statistik, sampling statistik lebih mudah dipertanggungjawabkan, karena formulanya sudah baku dan diterima oleh kalangan akademisi secara umum.

Sesuai dengan sifat datanya, sampling terdiri atas dua jenis: Sampling Atribut dan Sampling Variabel. Sampling Atribut adalah metode sampling yang meneliti sifat non angka (kualitatif ) dari data, sedangkan Sampling Variabel adalah metode sampling yang meneliti sifat angka (kuantitatif ) dari data. Dalam audit, sampling atribut biasanya digunakan pada pengujian pengendalian, sedangkan sampling variabel biasanya digunakan pada pengujian substantif.

Metode yang digunakan pada sampling atribut biasanya mencakup metode sampling atribut (attribute sampling), metode sampling penemuan (discovery/explanatory sampling), dan metode sampling penerimaan (acceptance sampling). Sedangkan metode yang biasanya digunakan pada sampling variabel mencakup metode sampling variabel sederhana (classical variable sampling atau mean per unit estimation) dan metode sampling satuan mata uang (monetary unit sampling atau probability proportional to size sampling).


1.3. Menentukan Sampling

Dalam merancang sebuah sampel auditor harus mempertimbangkan hal-hal berikut (Murwanto dkk, (2007):

a) tujuan-tujuan audit yang harus dipenuhi dengan menguji item sampel, dan
b) atribut dari populasi darimana sampel akan diambil

Dalam bukunya Murwanto dkk (2007) menyebutkan bhawa Tujuan audit menentukan prosedur audit apa yang akan dilakukan. Dalam melakukan prosedur audit, auditor perlu mendefinisikan sampai sejauh mana adanya salah saji dapat mempengaruhi populasi yang akan digunakan dalam sampling.
Sebagai contoh jika tujuan dari pengujian pengendalian intern berhubungan dengan pembayaran untuk meyakinkan apakah surat perintah pembayaran telah diotorisasi dengan benar dan prosedur pengendalian intern auditan mensyaratkan otorisator untuk membubuhi surat perintah pembayaran dengan tanda tangan, maka prosedur audit yang tepat adalah memeriksa (vouch) apakah sampel dari kopi surat perintah pembayaran telah dibubuhi tanda tangan otorisator.

Dalam kasus ini tidak adanya tanda tangan otorisator dalam surat perintah pembayaran mengindikasikan terjadinya salah saji dan populasi yang diperiksa adalah seluruh kopi surat perintah pembayaran selama satu periode akuntansi. Apabila tujuan dari pengujian substantif adalah untuk menguji apakah jumlah total dalam surat perintah pembayaran telah benar dikalikan dan dijumlahkan, maka prosedur audit yang tepat adalah menghitung kembali (reperform) perkalian dan penjumlahan dalam sampel dari kopi surat perintah pembayaran. Dalam kasus ini, salah saji adalah kesalahan aritmetis dalam perkalian dan penjumlahan dan populasi yang diperiksa sekali lagi adalah seluruh kopi surat perintah pembayaran selama satu periode akuntansi.

Bila auditor menggunakan statistical sampling method, maka risiko sampling, kesalahan yang dapat ditoleransi, dan perkiraan kesalahan dalam populasi telah diperhitungkan dalam metode sampling tersebut. Apabila auditor menggunakan judgmental sampling method, maka auditor perlu untuk mempertimbangkan ketiga faktor ini dalam menentukan jumlah sampel.

Langkah auditor selanjutnya setelah menentukan jumlah sampel adalah menentukan bagaimana item sampel tersebut akan dipilih. Auditor harus memilih item sebagai sampel dengan harapan bahwa semua unit dalam populasi memiliki kesempatan untuk dipilih. Statistical sampling mensyaratkan item sampel dipilih secara acak sehingga setiap unit sampel memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Unit sampel dapat berupa item fisik misalnya faktur pembelian atau berupa unit moneter.

Apabila digunakan metode non statistik, auditor menggunakan penilaian profesionalnya untuk memilih item sebagai sampel. Karena tujuan pengambilan sampel adalah untuk menarik kesimpulan mengenai keseluruhan populasi, auditor akan berusaha semaksimal mungkin untuk memilih sampel yang representatif dengan memilih sampel yang memiliki karakteristik yang sama dengan populasi dan memilih sampel sedemikian rupa hingga dapat menghindari bias. Terdapat beberapa metode pemilihan sampel audit. namun metode yang sering digunakan dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu pemilihan secara acak (random selection) dan pemilihan tidak acak (non-random selection).

1.4. Judmental Sampling

Sampel dipilih berdasarkan penilaian auditor bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel auditnya. Misalnya untuk memperoleh data tentang bagaimana satu alporan keuangan yang diaduit, maka bagian keuangan merupakan orang yang terbaik untuk bisa memberikan informasi. Jadi, judment sampling umumnya memilih sesuatu atau seseorang menjadi sampel karena mereka mempunyai “information rich”.

Judgmental sampling mengacu pada penggunaan teknik samping dalam keadaan di mana auditor mengandalkan pada penilaiannya sendiri dalam menentukan:

a) berapa besar sampel yang harus diambil;
b) item-item yang mana dari populasi yang harus dipilih;
c) apakah diterima atau tidak keandalan populasi berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemeriksaan unit sampel.

Metode sampling ini memiliki keuntungan yang lebi h dibandingkan statistical sampling yaitu lebih cepat dan lebih murah dalam aplikasinya. Dan juga metode ini memungkinkan auditor untuk memasukkan ke dalam prosedur sampling penyisihan/cadangan untuk faktor-faktor dari hasil tahapan audit sebelumnya, contohnya hasil dari pemahaman atas pengendalian intern auditan.

Akan tetapi tidak seperti statistical sampling, metode ini tidak menyediakan perhitungan risiko sampling, penilaian auditor harus dapat dipertanggungjawabkan, dan kesimpulan yang diambil berkaitan dengan sampel dapat sulit dipertahankan. Selanjutnya ketika menggunakan judgmental sampling adalah hal yang sulit untuk tidak menghasilkan bias berkaitan dengan ukuran sampel, item yang dipilih dan kesimpulan yang diambil atas populasi.

1.5. Tahapan Sampling Audit

Seperti dikutif dari modul BPKP (2008), langkah-langkah sampling dibagi dalam enam tahap:
1) Menyusun Rencana Audit
Kegiatan sampling audit diawali dengan penyusunan rencana audit. Pada tahap ini ditetapkan:
  • Jenis pengujian yang akan dilakukan, karena berpengaruh pada jenis sampling yang akan digunakan. Pada pengujian pengendalian biasanya digunakan sampling atribut, dan pada pengujian substantif digunakan sampling variabel. 
  • Tujuan pengujian, pada pengujian pengendalian untuk menelit i derajat ke andalan p engendalian, s e dang kan pengujian substantif tujuannya meneliti kewajaran nilai informasi kuantitatif yang diteliti. 
  • Populasi yang akan diteliti, disesuaikan dengan jenis dan tujuan pengujian yang akan dilakukan. 
  • Asumsi-asumsi yang akan digunakan dalam penelitian, terutama yang diperlukan untuk menentukan unit sampel dan membuat simpulan hasil audit, seperti tingkat keandalan, toleransi kesalahan, dan sebagainya. 
2) Menetapkan Jumlah/Unit Sampel
Tahap berikutnya adalah menetapkan unit sampel. Jika digunakan metode sampling statistik, unit sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus/formula statistik sesuai dengan jenis sampling yang dilakukan. Pada tahap ini hasilnya berupa pernyataan mengenai jumlah unit sampel yang harus diuji pada populasi yang menjadi objek penelitian.

3) Memilih Sampel
Setelah diketahui jumlah sampel yang harus diuji, langkah selanjutnya adalah memilih sampel dari populasi yang diteliti. Jika menggunakan sampling statistik, pemilihan sampelnya harus dilakukan secara acak (random).


4) Menguji Sampel

Melalui tahap pemilihan sampel, peneliti mendapat sajian sampel yang harus diteliti. Selanjutnya, auditor menerapkan prosedur audit atas sampel tersebut. Hasilnya, auditor akan memperoleh informasi mengenai keadaan sampel tersebut.

5) Mengestimasi Keadaan Populasi
Selanjutnya, berdasarkan keadaan sampel yang telah diuji, auditor melakukan evaluasi hasil sampling untuk membuat estimasi mengenai keadaan populasi. Misalnya berupa estimasi tingkat penyimpangan/kesalahan, estimasi nilai interval populasi, dan sebagainya.

6) Membuat Simpulan Hasil Audit
Berdasarkan estimasi (perkiraan) keadaan populasi di atas, auditor membuat simpulan hasil audit. Biasanya simpulan hasil audit ditetapkan dengan memperhatikan/membandingkan derajat kesalahan dalam populasi dengan batas kesalahan yang dapat ditolerir oleh auditor.

Jika kesalahan dalam populasi masih dalam batas toleransi, berarti populasi dapat dipercaya. Sebaliknya, jika kesalahan dalam populasi melebihi batas toleransi, populasi tidak dapat dipercaya. Tahapan sampling audit di atas harus dilakukan secara berurutan, karena tahapan yang lebih awal merupakan dasar bagi melakukan aktivitas tahap berikutnya. lni merupakan peringatan bagi kita, bahwa kesalahan pada salah satu tahap, akan mengakibatkan kesalahan beruntun pada tahap-tahap berikutnya.




Sumber : Buku Audit Sektor Publik Anis Rachma Utary & Muhammad Ikbal