Wednesday 17 July 2013

Perjanjian (kontrak)


Istilah perjanjian sudah ada sejak zaman peradapan nenek moyang kita hingga sekarang ini. Perjanjian dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis dan dapat dilakukan antar perseorangan  ataupun antar seorang sebagai individu dengan suatu lembaga maupun sebaliknya. Berbagai macam perjanjian dilakukan oleh orang, namun penulis hanya membatasi pada perjanjian yang berkaitan erat dengan dunia bisnis.
Dalam dunia bisnis melakukan perjanjian atau kontrak adalah merupakan hal yang sudah biasa dan sering terjadi di lingkungan sekitar kita ini. Perjanjian antar pembisnis tersebut dapat dilakukan kapan saja, di mana saja, sesuai dengan terjadinya perjanjian, dengan demikian secara otomatis pihak-pihak yang akan melakukan perjanjian akan menjadi terikat satu sama lain, di samping itu utuk masing-masing pihak dituntut dan berusahan menepati janji sesuai dengan perihal yang disepakati atau dibuat bersama.
Perjanjian yang dimaksud dalam kegiatan ini adalah suatu peristiwa diman terdapat dua orang atau lebih yang secara bersama membuat janji dan masing-masing pihak yang membuat janji berusaha untuk memenuhi prestasinya (perihak yang dijanjikan).
Sedangkan yang dimaksud dengan kontrak dalam kegiatan ini adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (primissory agreement) antara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau dapat menghilangkan hubungan hukum.
Prestasi yang dimaksud dalam perjanjian ini dapat dipenuhi denga bentuk:
1.       Penyerahan sesuatu berupa barang atau jasa
2.       Melakukan perbuatan sesuatu
3.       Tidak melakukan perbuatan sesuatu

Dalam padal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) disebutkan mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian adalah sebagai berikut:
1.       Syarat Subjektif
Menyangkut orang yang membuat perjanjian yaitu harus berada di atas pengampuan, artinya: dewasa, sehat jasmani dan rohani, cakap atau mampu bertindak untuk melakukan perbuatan hukum, tidak berada dalam pengawasan yang berwajib.
2.       Syarat Objektif
Terdapat kata sepakat antara kedua belah pihak dengan kesadaran yang penuh (tidak ada unsur paksaan, penipuan) harus ada perihak yang diperjanjikan, harus ada tujuan dan tidak bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku.
Bial syarat subjektif tidak dipenuhi, maka perjanjian ini dapat dimintakan pembatalan.
Macam-macam perjanjian:
1.       Perjanjian Umum
Perjanjian umum merupakan suatu perjanjian yang membutuhkan syarat-syarat yang sederhana dan mudah pemenuhannya. Perjanjian umum tersebut terbagi atas:
a.       Perjanjian Obligator
Yaitu perjanjian yang megakibatkan adanya perikatan di antara kedua subjek hukum. Perjanjian obligator merupakan perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam hubungan hukum yang mana pihak ke-1 dapat menuntut pihak ke-2 atas suatu barang atau prestasi dan orang yang ingkar janji harus menyerahkan barang atau mengerjakan prestasi yang disepakati.
b.      Perjanjian Pembuktian
Yaitu perjanjian yang mengatur syarat pembuktian apabila kelak ada perselisihan di muka pengadilan. Perjanjian pembuktian merupakan salah satu pelengkap dari perjanjian pokok yang telah disepakati. Misalny: perjanjian hutang dengan jaminan barang.
c.       Perjanjian kebendaan
Yaitu perjanjian mengenai penyerahan suatu benda. Perjanjian kebendaan untuk memperkuat kepastian hukum terhadap barang atau benda yang diterima.
d.      Perjanjian penetapan
Yaitu perjanjian untuk menetapka hak pribadi atau hak atas kebendaan. Perjanjian tersebut pada umumnya dilakukan oleh para ahli waris dalam membagi warisan kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya. Warisan dapat dibagi bila, kedua atau salah satu orang tua selaku pemilik harta telah meninggal dunia.
2.       Perjanjian Khusus
Perjanjian Khusus merupakan suatu perjanjian yang membutuhkan syarat-syarat tertentu yang lebih spesifik bila dibandingkan dengan syarat-syarat pada perjanjian umum. Perjanjian khusus terbagi atas:
a.       Perjanjian Jual Beli
Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjia dimana pihak satu mengikatkan diri untuk menyerahkan sebuah benda pada pihak lain, dan pihak lain bersedia membayar. Perjanjian ini bersifat perjanjian kredit, karena kalau sudah terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli walaupun belum ada penyerahan barang dan belum adan penyerahan pembayaran. Jika salah satu pihak meminta pembatalan, maka yang meminta pembatalan tersebut harus menggati kerugian. Perjanjian jual beli menurut hukum ada bersifat spontan. Perjanjian dianggap sah jika sudah ada penyerahan barang dan pembayaran.
b.      Perjanjian Tukar Menukar Baragn (Barter)
Yaitu suatu perjanjian di mana dalam perjanjian ini uang tidak berlaku, yang berlaku hanya barang dengan barang saja. Misalnya: tukar menukar hasil bumi denga barang kebutuhan lain yang meskipun terkadang nilainya tidak harus sama.
c.       Perjanjian Persekutuan
Yaitu suatu perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mendirikan suatu badan usaha atau organisasi sosial. Seperti: CV, PT, Yayasan dan lain-lain. Tanggung jawab terhasap resiko yang terjasi tergantung pada isi perjanjian waktu mendirikan persekutuan tersebut.
d.      Perjanjian Hibah/Hadiah
Yaitu perjajian yang merupakan perjajian sepihak, yang aktif di sini adalah kreditur, pihak yang menyatakan baik secara tertulis maupun lisan untuk memberikan sesuatu secara cuma-cuma dan tidak bisa ditarik kembali. Misalnya: menghibahkan sebagian tanah untuk masjid.
e.      Perjanjian Pinjam Mengganti
Dalam perjanjian ini, seseorang mengikatkan dirinya pada orang lain untuk berjanji meminjam sejumlah barang dan mengganti barang yang sana disesuaikan dengan harga atau nilai yang berlaku saat pembayaran.
f.        Perjajian Pinjam Pakai
Yaitu suatu perjanjian di mana barang yang diganti harus sama dengan obyeknya/barangnya kembali seperti semula. Perjanjian ii merupakan perjanjian sepihak, peminkam tidak berhak meminjamkan ke pihak lain (pinjam utuk dipakai).
g.       Perjanjian Kerja
Yaitu suatu perjanjian dimana seseorang mengikatkan diri pada orang lain untuk melakukan suatu  pekerjaan atas perintah dan petunjuk orang lain atau majikan, dengan memperoleh imbalan yang telah disepakati bersama.
h.      Perjanjian perburuhan
Yaitu suatu perjanjian yang mengatur antara serikat pekerja dengan majikan pemilik perusahaan, dengan diketahui oleh departemen tenaga kerja (Depnaker), jika berada di daerah diwakili oleh Kanwil Depnaker, sehingga perjanjian ini disebut perjanjian Tripartit, karena melibatkan 3 unsur yaitu: serikat pekerja, pihak perusahaan dan kanwil Depnaker.
i.         Perjanjian pemberian jasa
Perjanjian ini berbeda dengan perjanjian kerja. Dalam perjanjua kerja ada unsur perintah sedangkan dalan perjanjian jasa tidak ada unsur perintah. Misalnya: perjanjian meggunakan jasa notaris, dokter, psikolog, dll.
j.        Perjanjian Pemborongan
Perjanjian ii terjadi apabila seseorang mengikatkan diri pada orang lain sebagai pemilik pekerjaan untuk melakukan pemborongan pekerjaan. Resiko dalam perjanjian ini, apabila hasil pekerjaan borongan itu tidak baik/memuaskan, maka pemborong dapat dituntut ganti rugi.
k.       Perjanjian pemberian Kuasa
Perjanjian ini adalah perjajian yang melibatkan dua orang atau lebih yang intinya memberikan kuasa untuk melalukan perbuatan atau tindakan atas nama pemberi kuasa. Misalnya: perjanjian pemberian kuasa kepada pengacara atau penasihat hukum, kepada akuntan publik untuk melakukan tindakan sesuai dengan bidangnya.
l.         Perjanjian sewa-menyewa
Yaitu perjanjian diman seseorang mengikatkan diri kepasa orang lain untuk menikmati benda orang lain dengan memberikan imbalan pembayaran tertentu. Kewajiban orang yang menyewa memelihara benda agar dapat dinikmati seperti benda milik sendiri dan membayar sewa tempat pada waktunya.
m.    Perjanjian Penitipan Barang
Perjanjian penitipan barang dikelompokkan menjadi dua yaitu penitipan barang dalam sengketa dan tidak dalam sengketa. Penitipan barang dalam sengketa umumnya ditangani oleh pihak kantor pengadilan sampai perkara diputus, sedangkan penitipan barang yang tidak bersengkenta ditangani oleh umum. Penitipan barang dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.       Penitipan barang biasa dengan pembayaran tertentu
2.       Penitipan barang cuma-cuma tanpa dipungut bayaran
3.       Penitipan uang pada bank dalam bentuk tabungan
n.      Perjanjian untung-untungan/Spekulasi
Perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang menguntungka sesuatu kejadian yang belum tentu terjasi di masa mendatang dan kedua belah pihak sama-sama belum mengetahuinya. Misalnya: perjanjian asuransi, perjanjian taruhan, dan perjanjian jaminan seseorang.
Wanprestasi (ingkar janji)
Di dalam iklim berbisnis, terkadang banyak ditemukan suatu peristiwa yang tidak dikehendaki oleh semua pihak, namun disengaja maupun tidak didalam dunia bisnis sering terjadi adanya peristiwa igkar janji yang disebut wanprestasi. Konsekuensi yuridis dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam perjanjian tersebut untuk menuntut ganti rugi kepada pihak yang merugikan dalam hal ini pihak yang melakukan wanprestasi.
Beberapa kemungkinan  bentuk-bentuk wanprestasi adalah:
1.       Tidak memenuhi keseluruhan dari perihal yang diperjanjikan
2.       Memenuhi tetapi hanya sebagian dari perihal yagn diperjanjikan
3.       Memenuhi tetapi tertunda waktunya
4.       Memenuhi tetapi dengan syarat-syarat tertentu

Ganti Rugi
Jika salah satu pihak tidak memenihi prestasinya, maka timbullah kerugian bagi pihak lainnya. Kerugian tersebut harus diganti oleh pihak yang melakukan wanprestasi sebagai konsekuensi dari tindakannya yang tidak memenuhi perjanjian. Penggantian inilah dalam hukum disebut istilah Ganti Rugi.
Bentuk-bentuk ganti rugi akibat wanprestasi adalah:
1.       Ganti rugi kontrak
Dalam hal ini jenis dan besarnya gati rugi sudah disebutkan dengan tegas dalam kontrak. Jika terjadi wanprestasi, maka pada prinsipnya ganti rugi tersebut hanya dapat dimintakan seperti yang tertera dalam kontrak tidak boleh dilebihi atau dikurangi. Kadang-kadang di dalam praktek sehari-hari model ganti rugi dalam kontrak ini muncul dalam bentuk denda keterlambatan.
2.       Ganti Ruhi Ekspektasi
Ganti rugi dalam bentuk ekspektasi ini, cara menghitung ganti ruginya dengan membayangkan seolah-olah perjanjian kontrak dilaksanakan. Jadi yang merupakan ganti rugi dalam hal ini pada prinsipnya adalah perbedaan antara nilai yang terjadi kerena adanya wanprestasi. Oleh karena itu, ganti rugi dihitung dari keuntungan yang diperoleh jika kontrak itu dilaksanakan. Dengan demikian kehilangan keuntungan dapat ditutupi dengan menghitung secara ekspektasi.
3.       Ganti Rugi Biaya
Gati rugi berupa peggantian biaya atau disebut ganti rugi out of focket atau reliance demages yang berarti ganti rugi yang di bayar hanya sejumlah biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang telah dirugikan. Pada umumnya biaya-biaya yang dikeluarkan ditunjukkan dalam bentuk kuitansi-kuitansi sehingga ganti rugi ini sering disebut dengan istilah ganti rugi kuitansi.
4.       Ganti Rugi Restitusi
Yang dimaksud dengan ganti rugi restitusi adalah suatu nilai tambah atau manfaat yang telah diterima oleh pihak yang melakukan wanprestasi, yang mana nilai tambah tersebut terjadi akibat pelaksanaan prestasi dari pihak lain. Nilai tambah tersebut harus dikembalikan kepada pihak yagn dirugikan karenanya. Jika nilai tambah ini tidak dikembalikan, maka pihak yang melakukan wanprestasi menurut ilmu hukum dianggap telah melakukan tindakan memperkaya diri tanpa hak dan tindak dibenarkan oleh hukum. Misalnya: jika dengan kontrak tersebut salah satu pihak telah menerima manfaat atau mendapatkan barang tertentu dari pihak lainnya, maka jika pihak lain wanprestasi harus mengembalikan barang atau manfaat tersebut secara utuh.
5.       Ganti Rugi Quantum Meruit
Ganti rugi ini mirip dengan ganti rugi restitusi, bedanya yaitu jika ganti rugi bentuk restitusi adalah mengembalikan barang atau manfaat tersebut, sedangkan pada ganti rugi quantum meruit yang dikembalikan adalah nilai wajar dari hasil pelaksanaan kontrak. Misalnya: jika seseorang bekerja satu hari dengan upah Rp 100.00, maka jika ia bekerja 2/3 pekerjaan ia akan mendapatkan upah sebesar Rp 75.000 atau 2/3 dari Rp 100.000/hari.
6.       Ganti rugi pelaksanaan kontrak
Dalam ganti rugi jeis ini yang diperhitungkan adalah, sesuai dengan tahapan pelaksanaan kontrak. Jika pihak lain melakukan wanprestasi sesuai ketentuan hukum, dipaksakan untuk melakukan pemenuhan prestasinya. Misalnya: kontrak pemesanan lukisan kepada pelukis terkenal, jika salah satu  pihak melakukan wanprestasi maka pihak yang melakukan wanprestasi tersebut harus mengganti kerugian sesuai dengan nilai lukisan yang dipesan atau tingkat penyelesaian.
Jadi aplikasi dari praktik ganti rugi akibat wanprestasi dari suatu kontrak, dapat berupa beberapa kemungkinan:
1.       Meminta ganti rugi saja
2.       Meminta pelaksanaan tanpa ganti rugi
3.       Meminta pelaksanaaan dengan ganti rugi
4.       Membatalkan pelaksanaan tanpa ganti rugi
5.       Membatalkan pelaksanaan dengan ganti rugi

No comments:

Post a Comment